Home » Berita, Internasional » Dr. Sima Samar: Panutan untuk Afghanistan

Dr. Sima Samar: Panutan untuk Afghanistan



Nampaknya Afghanistan masih terjebak dalam perang yang berkepanjangan , korupsi dan kemiskinan. Meski keadaan mereka berat, namun ini tak berarti mereka menyerah.

Banyak perempuan yang kini muncul sebagai ikon masyarakat Afghanistan, yang menyuarakan berbagai ide dan gagasan mereka untuk mewujudkan perdamaian dan pembangunan. Salah satunya adalah Dr Sima Samar yang datang ke Swedia untuk menerima Hadiah Nobel Alternatif , karena upayanya dalam pendidikan dan meningkatkan hak-hak asasi untuk para perempuan.

Dr Sima Samar berjalan perlahan ke atas panggung. Ia datang ke Swedia untuk menerima penghargaan Right Livelihood atau yang lebih dikenal sebagai Hadiah Nobel Alternatif.

Siapapun bisa merasakan kalau perempuan ini memikul tanggung jawab yang besar. Sima Samar adalah Menteri Urusan Perempuan Afghanistan yang pertama. Ia masih ingat dengan kekerasan yang ia alami ketika tumbuh besar.

“Mereka berpikir membunuh oposisi bisa mewujudkan revolusi dan kesejahteraan di Afghanistan, tapi ternyata tidak bisa. Merek mulai membunuh semua orang yang mendengarkan siaran BBC.”

Sima Samar sangat terpukul. Setelah kudeta yang didukung Uni Soviet pada 1979, suami, ketiga saudara laki-lakinya dan lebih dari 60 anggota keluarga lainnya menghilang dan tidak pernah ditemukan lagi.

Tapi ia tidak putusa asa, dan malah bangkit melawan Taliban. Upayanya untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia dan martabat para perempan muda serta perempuan Afghanistan kini mulai berhasil.

”Kalau saya mulai berpikir ini berbahaya, maka itu akan membunuh saya, akan membakar rumah, dan saya rasa tidak akan lakukan itu. Menurut saya, kita harus ambil resiko itu. Biarlah mereka bunuh saya, asal itu akan membawa perubahan yang positif..”

Keadaaan di negeri itu selalu menantang bagi Sima Samar. Ia dilahirkan sebagai perempuan dan berasal dari etnis Hazara, minoritas Afghanistan yang paling sering dianiaya. Namun dengan dukungan keluarganya ia bisa menjadi dokter. Pada 1989, ia mendirikan organisasi Shuhada.

Organisasi itu menjalankan 12 klinik dan 3 rumah sakit, serta membantu lebih dari 3 juta orang. Tapi itu tidak mengatasi masalah utama di Afghanistan.

“Pendidikan. Karena sebagian besar penduduk buta huruf, dan semuanya bisa ditafsirkan kepada mereka yang buta huruf sesuai dengan kemauan politisi dan para pemimpin. Ini soal mengendalikan orang. Orang yang dimaksud di sini adalah para lelaki dan perempuan.”

Sima Samar dan organisasinya, Shuhada, ingin mengambil alih, dan menyerahkan kekuasan itu kepada masyarakat dengan cara membangun sekolah dan mengajarkan hak-hak asasi kepada mereka.

Alhasil 100 sekolah dibangun, 2000 guru sudah dilatih, dan lebih dari 220 ribu orang sudah mendapatkan pelatihan hak asasi manusia.

Sementara itu, Khazar Fatemi, jurnalis dan pembuat film Afghanistan yang berusia 28 tahun, mendengarkan Dr Samar yang sedang berbicara di seminar penghargaan Right Livelihood.

Khazar baru saja membuat satu film, tentang satu perjalannan personal dan emosional yang fokus pada para perempuan dan pendidikan di seantero negeri itu.

“Kali ini saya merasa percaya diri sudah mulai ditingkatkan, khususnya untuk para para perempuan. Seperti Sima yang menjadi panutan. Seseorang yang berhasil. Seseorang yang bisa menghasilkan sesuatu yang baik untuk Afghanistan. Dan orang tua mereka juga melihat ini.

Dan buktinya sudah banyak, diantaranya Shamsia Hassani, seniman graffiti.

Salah satu karyanya adalah perempuan yang memakai burka bergaya, yang membuat bahu mereka terlihat lebih feminin. Gambar dibuat di dinding-dinding Kabul yang bolong karena tembakan peluru. Ia kerap dilecehkan para lelaki, tapi terus berkarya dengan harapan bisa memberikan kekuatan kepada para perempuan.

“Saya tahu saya tidak bisa lakukan semua sendirian. Tapi saya ingin membuat perubahan.”

Contoh bukti lain yakni Farida Tarana yang memenangkan kontes menyanyi Bintang Afghanistan 2007, setara dengan American Idol.

Dua tahun kemudian, ia mendapatkan kursi dalam Dewan Provinsi Kabul, memenangkan lebih banyak suara ketimbang sebagian besar calon laki-laki. Ia ingin membuktikan seorang perempuan yang bisa bernyanyi bisa juga berpolitik. Tak diragukan lagi, perempuan Afghanistan perlahan-lahan mulai keluar dari masa kegelapan mereka.

Kemajuan perempuan Afghanistan menjadi tujuan utama segala upaya yang dilakukan Dr Sima Samar yang sudah memutuskan untuk mengalokasikan hadiah uang itu untuk satu proyek khusus – proyek pertama yang tak pernah dibuat sebelumnya.

“Saya akan mendirikan universitas perempuan atau sekolah tinggi perempuan. Jadi uang ini akan digunakan untuk itu dan saya harap saya bisa menemukan lebih banyak pendonor lagi.”

Ric Wasserman

Asia Calling/SWedia

19/12/2012

Facebook Twitter Share on Google+