Pemakaman 13 Jenazah Misterius Tanggung Jawab Siapa?
Proses pemakaman 13 tanpa identitas di Rumah Sakit Umum Dr. Sarjito terbentur peraturan. Bahkan pihak Polda DIY dan Rumah Sakit terkesan saling lempar tanggung jawab soal nasib 13 jenazah yang sejak tujuh bulan lalu beristirahat di ruang penyimpakan jenazah Sarjito ini.
Sub Direktorat I Keamanan Negara Polda DIY, AKBP Djuandani Rahardjo Puro menyatakan, kewenangan polisi berhenti setelah penyidikan terutama setelah autopsi jenazah. Tidak ada aturan yang menyebut siapa yang mesti bertangungjawab untuk mengubur mayat yang bersangkutan bila dalam waktu lama tetap tidak ada pihak keluarga yang mengambil.
“Memang enggak ada aturanya soal itu,” tutur Djuandani seperti yang dilansir dari Harian Jogja, Selasa (12/2/2013).
Namun biasanya, lanjut Djuandani, pihak RS atau Dinas Sosial lah yang menindaklanjuti untuk proses penguburannya.
Adapun Kepala Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito Trisno Heru Nugroho mengatakan belum ada pihak yang secara langsung menghubungi RSUP Dr Sardjito. “Sampai sekarang belum ada pihak kepolisian yang mengambil jenazah atau sekedar konfirmasi,” kata Heru kepada Harian Jogja.
Heru menambahkan RSUP Dr Sardjito tidak berwenang menguburkan jenazah tersebut lantaran pihak berwajib tengah melakukan proses hukum. Untuk itu rumah sakit harus menunggu perizinan dari kepolisian setempat.
Pemerintah pusat pun angkat tangan
Sejak awal pekan lalu RSUP Dr Sardjito mempertanyakan nasib 13 jenazah titipan dari Polsek Kota Jogja, Sleman dan Bantul. Selama ini, Sarjito memang menjadi mitra kepolisian dalam membantu menyimpan maupun proses autopsi. Hanya saja waktu penitipan jenazah yang umumnya maksimal hingga tiga bulan, kali ini harus mencapai bulan ke tujuh.
Padahal Jumlah ruang penyimpanan jenazah di RSUP Dr Sardjito terbatas. Dengan demikian, jika ada jenazah baru, rumah sakit tidak dapat menampung.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Disnakersos) Juli Setiono Dwi Wasito mengatakan, Pemkab Sleman tidak bisa mengeluarkan dana bantuan sosial pemakaman mayat yang tidak dikenal itu karena dikhawatirkan pencairan dana ini malah melanggar ketentuan dalam regulasi.
Menurut Juli, Permendagri yang saat ini mempersulit ruang gerak pemegang kebijakan pengelola dana bansos dan hibah. Regulasi yang direvisi menjadi Permendagri No.39/2012 mengatur setiap bentuk pencairan dana harus didahului pengajuan proposal satu tahun sebelumnya.
Bahkan bila dana bantuan tersebut cair, hanya diperuntukkan bagi masyarakat lokal, yang terdaftar secara by name dan by address di Kabupaten Sleman.
Juli mengaku telah berkonsultasi ke pusat mengenai hal ini. Namun pemerintah pusat menjawab daerah tetap harus menjalankan amanat sesuai klausul dalam Permendagri.