Menggagas Lembaga Independen Untuk Seleksi Caleg
Wakil Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Adnan Pandupraja, sempat melempar gagasan soal pembentukan lembaga independen untuk menyeleksi calon legislatif (caleg) peserta Pemilu 2014. Para caleg juga harus lolos dari catatan KPK, PPATK dan Komnas HAM, serta mengisi formulir harta kekayaan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Saat ini sepuluh partai politik (parpol) mulai sibuk menjaring nama-nama caleg. Pada tanggal 9-15 April 2013 mendatang. Seluruh partai diharuskan menyerahkan daftar calon. Soal proses uji integritas caleg inilah yang menjadi tema perbincangan program Pilar Demokrasi, yang diselenggarakan KBR68H. Diskusi kali ini bersama tiga narasumber: Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilu Rakyat (JPPR) Yusfitriadi, Ganjar Pranowo (anggota DPR RI, Fraksi PDIP), dan Paskalis Kossay (anggota DPR RI, Fraksi Golkar).
Menurut Yusfitriadi, gagasan pembentukan lembaga independen ini muncul kaena maraknya korupsi. Yusfitriadi cenderung mengembalikan pada KPK saja, jika ditemukan indikasi korupsi, informasikan saja ke partai, dan selanjutnya disampaikan ke masyarakat. “Negeri ini memiliki paling banyak lembaga pemilu dibanding negara lain, ada KPU, Bawaslu, DKPP, kalau kemudian kita bentuk terus lembaga independent penyelegsi caleg ini maka akan menambah lagi, menambah waktu dan siapa yang akan memilih,” ujar Yusfitriadi.
Ganjar Pranowo mengaku dulu pernah menawarkan konsep, lembaga yang menyeleksi caleg sebaiknya juga melibatkan akademisi, meski tidak ada jaminan hasilnya akan bagus. Soal wacana membentuk lembaga sejenis, Ganjar merasa kurang yakin. “Serahkan saja pada partai, seperti di PDIP, selain memeriksa rekam jejak, caleg juga harus melalui tahapan psikotest,” imbuh Ganjar.
Yusfitriadi mengingatkan kembali soal substansi, bagaimana parpol memiliki komitmen yang besar terhadap kader-kadernya. Mengingat lembaga khusus untuk menguji kapasitas anggota sudah ada, semisal untuk korupsi sudah ada KPK,untuk kode etik di DPR sudah ada. “Kini tinggal parpol cukup siap tidak untuk menerima rekomendasi dan laporan dari lembaga semacam KPK, yang notabene adalah lembaga bentukan Negara,” ujar Yusfitriadi.
Paskalis Kossay menerangkan, di Golkar ada formulir yang diedarkan kepada para caleg, paling lambat tanggal 27 sudah diserahkan ke DPP, untuk kemudian diseleksi. Bila ada catatan mencurigakan, kita dengar bagaimana rekomendasi KPK. “Seleksi dilakukan dari awal, dipantau terus siapa yang pantas masuk, kemudian dilakukan pendidikan politik, dan seterusnya,” jelas Paskalis.
Yusfitriadi melanjutkan, parpol mengaku lembaga yang lahir di era demokratis, tapi nyatanya sekarang nyaris tidak ada partai yang demokratis. Contoh sederhananya, ketua partai harus banyak uang dan bukan dipilih dari bawah. “Ini jelas tidak demokratis, penentuan kepala daerah juga dari atas. Sehingga fungsi-fungsi kepartaian nyaris tidak ada seperti pengkaderan, pendidikan pemilih, dan sesuai aspirasi masyarakat,” tegas Yusfitriadi
Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio