Kebijakan KUA Gunungkidul Dinilai Langkahi Tradisi Jawa
Kantor Urusan Agama (KUA) Gunungkidul membikin peraturan baru menyoal pernikahan. Setiap hari Sabtu-Minggu mereka tidak melayani pencatatan pernikahan. Artinya, warga tidak bisa lagi menggelar pernikahan pada hari sabtu atau minggu. Kebijakan ini dibuat berdasar kesepakatan dengan penghulu. Tidak adanya dana transportasi menjadi alasan mereka untuk membikin kebijakan ini.
Kebijakan tersebut mendapat protes dari 13 pemerintah desa di Kecamatan Playen. Protes tersebut disampaikan oleh Juru Bicara 13 Desa, Andang Suhartanto di kantor kecamatan Playen Jumat (1/3). Ia menyatakan menyatakan bahwa kebijakan itu tidak sesuai dengan adat istiadat dan tatanan nilai budaya yang sudah berjalan di Gunungkidul.
“Ketentuan itu sangat tidak sesuai dengan tradisi orang Jawa. Lagi pula, orang Jawa harus memperhitungkan hari untuk menikahkan anaknya,” kata Andang.
Dilansir Harjo, Kepala KUA Playen, Tamam Hasyim menegaskan kebijakan itu merupakan kesepekatan antar penghulu. Sebab, katanya, pelayanan nikah di luar hari dan jam kerja dan di luar KUA menyulitkan penghulu yang anggaran dinas perjalanannya minim. Menurut Tamam, anggaran transportasi naib hanya berlaku untuk lima hari mulai Senin hingga Jumat.
“Jadi bukan larangan nikah pada Sabtu dan Minggu. Kami harapkan akad nikah bisa digelar pada hari kerja dan di KUA,” jelas Tamam.