Paus Baru dan Fenomena Gereja Sunyi
Umat Katolik baru saja memiliki pemimpin baru di Tahta Suci Vatican, yaitu Paus Fransiskus, yang sebelumnya menjabat Uskup Buenos Aires, Argentina. Banyak pihak menaruh harap pada Paus baru tersebut, yang akan memberi pencerahan bagi umat Katolik di muka bumi, yang notabene bukan berasal dari Eropa. Gereja Katolik kini tengah menghadapi sejumlah tantangan zaman.
Meskipun masih menjadi agama terbesar, jumlah penganutnya di sejumlah negara ditengarai menurun. Di Amerika Serikat, menurut jajak pendapat The Association of Religion Data Archives, menemukan penganut Katolik di negara itu menurun sebanyak lima persen dalam satu dekade terakhir. Gejala menurunnya penganut inilah yang menjadi tema perbincangan program Agama dan Masyarakat, yang diselenggarakan KBR68H. Bersama narasumber
Romo Mardi membenarkan gejala mulai sepinya gereja di Eropa, AS, termasuk Amerika Latin. Tapi, menurut Romo Mardi, bila melihat Asia dan Afrika tidak begitu, meskipun dengan
Haryanto melihat naik turunnya jumlah umat, tidak lepas dari faktor migrasi. Dalam konteks Jakarta, karena faktor daya tarik ekonomi lebih banyak menarik orang untuk datang. Kemudian pertumbuhan penduduk dengan adanya keluarga yang berkembang. Kalau kita melihat grafik 10-15 tahun terakhir muncul gereja-gereja Katolik yang baru, tetapi ini yang kerap disalahpahami oleh pihak lain. Kemunculan fisik gereja sering dianggap sebagai ancaman, padahal sebenarnya itu sesuatu yang alamiah, karena ada migrasi, ada juga pertumbuhan keluarga-keluarga muda,” kata Haryanto.
Romo Mardi menyatakan lebih senang, bila keberadaan umat Katolik bukan karena jumlah , namun seberapa banyak umat Katolik diterima sebagai teman, sahabat dalam masyarakat. Pada Konsili Vatikan kedua 50 tahun yang lalu sudahdiperjelas, bahwa pusat gereja bukan Eropa, bukan Roma, pusat gereja ada di setiap keuskupan. “Uskup Jakarta adalah pemimpin gereja di sini, sebagai uskup setara dengan uskup yang ada di Roma, bahwa kita tidak lagi memandang pusat gereja adalah Roma. Sekarang menjadi lebih jelas bahwa memang gereja itu bukan gerejanya orang Eropa, bukan gerejanya orang Amerika,” tegas Romo Mardi.
Haryanto menjelaskan, dalam konteks Asia sendiri, kita berhadapan dengan situasi dimana Gereja Katolik berdampingan dengan agama-agama besar yang lain. Kemudian terkait multikultur, umat Katolik di Indonesia sudah lama berinteraksi dengan kelompok muslim, yang mungkin di Eropa masih menjadi pertarungan besar sampai sekarang. “Di Indonesia, perjumpaan semacam sudah terjadi berabad lalu, dalam
Romo Mardi melihat, Gereja Katolik tampaknya lebih mudah tumbuh di tempat-tempat dimana orang-orang saling berjabat tangan, saling bersahabat, menghargai pluralisme dan bukan orang-orang yang individualistis. “Maka saya sebutGereja Katolik adalah paguyuban orang beriman, lalu ada pertanyaan apakah Gereja Katolik sungguh bertentangan dengan iman, saya merasa bahwa disini ada penjernihan,” ujar Romo Mardi.
Haryanto mengingatkan kembali, soal tidak pelu dipertentangkannya
“Artikel ini sebelumnya disiarkan di program Agama dan Masyarakat KBR68H. Simak siarannya di 89, 2 FM Green Radio, setiap Rabu, pukul 20.00-21.00 WIB”