Dilarang Rebut Jalur Tuna Netra
Bagi penyandang tuna netra seperti Harjuis, keberadaan jalur khusus atau Signing Block penunjang berjalan kaki di trotoar sepanjang jalan-jalan kota adalah mutlak keberadaannya. Tidak terkecuali Malioboro yang menjadi pusat pariwisata dan perekonomian di Jogja.
“(Sekarang ini) Susah kalau mau jalan di Malioboro, karena banyak rintangannya. Ada yang untuk parkir atau jualan yang menggunakan jalur khusus bagi kami,” ungkapnya seperti yang dilansir dari Tribun Jogja, Selasa (9/4/2013).
Berangkat dari kondisi tersebut, Harjunis bersama 19 orang penyandang tuna netra dari Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas Dinsos DIY melakukan orientasi mobilitas di sepanjang Malioboro pada Selasa (9/4/2013) siang. Aksi ini dimulai dari depan Hotel INA Garuda, kemudian menyusuri aksesbilitas jalur tuna netra yang ditandai dengan ubin berwarna kuning di atas trotoar, hingga berakhir di Taman Pintar.
Selama menempuh perjalanan sepanjang kurang lebih dua kilometer ini, para penyandang tuna netra ini terlihat cukup kepayahan. Banyak jalur khusus yang ditandai dengan corak ubin yang berbeda dari trotoar lainnya, sulit diakses karena tertutup oleh pedagang kaki lima atau parkir kendaraan.
Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi mengakui, pihaknya kewalahan untuk memberikan pengertian kepada msyarakat agar tidak mengganggu keberadaan jalur khusus tuna netra. Padahal sudah dilakukan beragam bentuk sosialisasi kepada warga, terutama yang menjalani aktivitas di Maliboro. “Penertiban itu tugas Satpol PP. Tapi terus terang, saya juga susah merasakan masalah itu (pelanggaran jalur khusus),” ujar Untung via Tribun Jogja.