Home » Berita, Internasional » Ledakan Seni di Myanmar Oleh Zarganar

Ledakan Seni di Myanmar Oleh Zarganar



Dokumen Asia Calling

Seiring keluarnya Myanmar dari isolasi politik, terjadi ledakan dalam ekspresi seni di negeri itu. Sebelumnya ada pengawasan yang ketat terhadap apa yang Anda lakukan di atas panggung tapi sekarang para seniman melihat aturan itu kian longgar dan negeri yang sedang berubah itu adalah sumber inspirasi.

Pelawak paling terkenal di negeri itu, Zarganar, telah berkumpul kembali dengan kelompoknya Thee Lay Thee dan menikmati eksplorasi kebebasan yang baru ditemukan ini. Zarganar berdiri di tengah studionya di pusat kota Yangon, sementara para penari yang duduk melingkarinya mendengarkan setiap ucapannya. Ia memilih mereka dengan cermat sebagai bentuk pernyataan politik.

“Saya memilih semua orang yang mewakili kelompok etnis, semua warna kulit, semua agama.Ada orang Kristen, Buddha, Muslim dan Hindu. Mereka semua berasal dari latar belakang yang berbeda, jadi bisa kita bilang ini keberagaman dalam persatuan.”

Ia mempromosikan betapa pentingnya keberagaman saat ini, “Karena di negara kami ada yang bilang orang Burma tidak bisa menerima keberagaman. Keberagaman adalah hal yang sangat penting bagi demokrasi. Jadi keberagaman dalam persatuan sangat penting saat ini di negara kami. Ada orang yang bilang mereka tidak tahu apa itu keberagaman, apa itu persatuan dan apa itu demokrasi…mereka tidak tahu.”

Inilah hal terbaru yang dilakukan Zarganar, pentas tarian dan lawak sebagai respons atas terus berlangsungnya perang sipil dan konflik etnis di seluruh negeri itu. Nama panggung Zarganar secara harfiah berarti ‘pinset’, dan dia disebut-sebut bisa menarik ketakutan keluar. Ia empat kali masuk penjara lantaran mengkritik pemerintah, tapi ia terus mendobrak batas-batas yang ada.

“25 persen kursi di Parlemen sudah dikuasai militer secara otomatis. Jadi saya ingin meminta pada Presiden, supaya memberikan 25 persen kursi lain kepada pelawak. Maka setengah dari parlemen akan gila. Tentu saja ini hanya bercanda, tapi saya betulan tidak suka dengan 25 persen ini. Kenapa harus memberikan 25 persen kursi pada militer? Karena itulah kami melawak.”

Kebebasan membuat leluconnya terasa segar…. meski pada 2008 lalu dia dijatuhi hukuman 59 tahun penjara karena mengkritik pemerintah. Dia dibebaskan Sembilan bulan lalu lewat sebuah kampanye internasional.

Selagi dia bertahan di Myanmar, Kye Thee dari grup lawak Zarganar, Thee Lay Thee, pindah ke pengasingan di Thailand supaya tak ditangkap. Belum lama ini ia pulang ke Myanmar. Dia tidak yakin betul bagaimana reaksi pemerintah akan pentas mereka kali ini.

“Sebagai seorang pelawak saya punya tugas untuk mengatakan apa yang saya pikirkan. Saya tidak peduli apakah saya akan ditangkap atau tidak. Mungkin suatu hari, mereka akan datang dan menangkap saya, tapi saya tidak bisa menebak apa yang akan terjadi. Tapi komedian lebih baik daripada politisi karena orang-orang mendengarkan kami,” Kye Thee.

Seperti banyak aktivis politik lainnya, keluarganya harus membayar harga yang sangat mahal. Ketika ia masih di pengasingan, ayahnya meninggal. Dia tak sempat mengucapkan salam perpisahan. Sang ayah meninggalkan surat yang kerap dibaca Kye Thee.

“Jika ayah saya tahu penderitaan saya di Thailand, ia tidak akan menyetujui jalan hidup saya, tapi dia memotivasi saya. Hal lain yang memotivasi saya adalah kekejaman, penyiksaan, dan monopoli yang terjadi di Mynamar.”

Selama bertahun-tahun di rantau, orangtuanya menghalau kerinduan mereka dengan berfoto dengan poster pementasannya. Demi melindungi ibunya, dia tidak pernah menjelaskan kenapa dia harus tinggal di Thailand.

“Dia tidak bilang apa-apa pada saya dan saya tidak tahu. Saya pikir dia pembuat film. Saat orang-orang menunjukkan karyanya pada saya yang sangat kritis pada pemerintah. Saat saya melihatnya sendiri saya percaya. Saya takut. Saat baru tahu, saya harus masuk rumah sakit karena kaget dan takut. Tapi sekarang orang-orang datang dan memuji karyanya dan saya sangat bangga,” tutur ibunda Kye Thee.

Ibunya dulu juga sering tampil di atas panggung sebagai penari. Dan sekarang dia bisa menonton anak laki-laki yang jadi komedian politik di tempat terbuka, meneruskan tradisi keluarga, dan mendorong menuju Myanmar yang baru.

Tapi untuk sekarang, semua orang termasuk Zarganar tetap berhati-hati.

“Sekarang ada sedikit kebebasan di negara kami. Tapi bukan kebebasan penuh. Negara kami bukan Amerika. Negara kami bukan Inggris. Negara kami baru berusia dua tahun. Jadi ini baru langkah seorang bayi.”

Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program berita radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.asiacalling.org.

Facebook Twitter Share on Google+