Bimbingan Rohani di Balik Lapas

Istimewa

Bimbingan rohani adalah kebutuhan semua orang. Termasuk mereka yang meringkuk di balik tembok Lapas atau LP (lembaga pemasyarakatan). Bahkan ada orang yang karena begitu giatnya belajar keagamaan di Lapas, setelah bebas muncul sebagai ustad. Salah satu contoh terbaik untuk menggambarkan perjalanan itu adalah Anton Medan.

Anton Medan (Tan Hok Liang) telah belasan tahun keluar masuk penjara, sampai akhirnya memeluk Islam pada tahun 1992. Anton yang kelahiran Tebing Tinggi, Sumut, 10 Oktober 1957, kemudian secara otodidak mendalami Islam. Perjalanan spiritual Anton Medan inilah, yang menjadi tema perbincangan program Agama dan Masyarakat, yang diselenggarakan KBR68H dan Tempo TV.

Anton Medan mengaku terispirasi oleh salah satu tulisan Bung Karno. Presiden RI pertama itu mengatakan universitas tertinggi di dunia adalah penjara. Artinya penjara itu hanya mampu membatasi langkah dan fisik, tapi tidak mampu membatasi hati dan pikiran manusia. Karena itu Anton banyak belajar saat dipenjara.

“Ketika itu kalau mau mati saya ingin tetap dalam keadaan baik, kalau saya salah saya sudah jalani hukuman. Saya kebutlah belajar, setelah saya pelajari ternyata memang benar agama menjadi pedoman hidup,” kenang Anton.

Anton mengakui, setiap berdakwah ke LP tidak mesti menyampaikan dalam bahasa Arab. Anton menambahkan, saat dia ceramah, pendengarnya bisa lintas agama, tidak sebatas yang beragama Islam. Anton berusaha bagaimana menyatukan mereka dengan nasib yang sama, ingin ada kedamaian bersama. “Jadi saya memotivasi mereka, bahwa kita ini saudara di dalam, siapa orang yang mau masuk ke penjara? Orang ke penjara status sosialnya hilang, kecuali koruptor memang tidak punya malu mereka,” imbuh Anton.

Saat berdakwah di LP, Anton acapkali mengucapkan Tuhan tidak akan mengubah nasib kita kalau kita sendiri tidak mau mengubah. Menurut Anton, warga LP perlu pendampingan rohani, karena mereka sebelumnya orang bebas yang kemudian terpaksa dibatasi aktivitasnya. Anton melihat ada beberapa masalah, seperti petugas LP sangat terbatas, rekrutmen juga bermasalah, dana yang turun terbatas, dan seterusnya.

“Saya mungkin satu-satunya yang ceramah ke dalam tidak perlu didampingi petugas. Ini ada faktor figur juga, bahwa materi yang kita sampaikan tidak sama dengan MUI, atau lembaga-lembaga Islam lain, mereka bicara normatif,” tegas Anton.

Artikel ini sebelumnya disiarkan di program Agama dan Masyarakat KBR68H. Simak siarannya di 89, 2 FM Green Radio, setiap Rabu, pukul 20.00-21.00 WIB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

*

Iklan

Iklankan usaha anda di Beritajogja.
Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan baca keterangan di SINI

http://beritajogja.co.id/informasi-iklan/