Perempuan Adat Pakistan Pertama yang Ikut Pemilu
Ia berasal dari Bajaur, yang dikenal sebagai basis Taliban Afganistan, Al-Qaeda dan kelompok militan lainnya. Tempat ini juga kerap jadi medan pertempuran antara tentara dan pemberontak.
Di tengah ancaman dan kritikan tajam, ia bertekad menyuarakan kepentingan perempuan dalam pemilu yang akan digelar bulan depan. Badam Zari akan menjadi perempuan suku pertama bertarung untuk kursi parlemen.
Zari tengah menyiapkan makan siang untuk dia dan suaminya. Perempuan usia 45 tahun itu adalah seorang ibu rumah tangga, suaminya adalah kepala sekolah. Burka Zari menutupi hampir seluruh wajahnya, kita hanya bisa melihat matanya.
“Lewat TV saya menyaksikan keadaan negara tiap hari makin hancur. Saya memutuskan ikut pemilu walaupun saya tak punya cukup kualifikasi.”
Zari tidak bisa baca tulis, tapi menurut Undang-undang Pakistan, hal itu bukanlah masalah.
“Suami saya bilang, tidak perlu kualifikasi karena saya punya kecerdasan. Saya punya niat melayani pria dan wanita dari seluruh negara, lebih baik dari lainnya jika diberi kesempatan. ”
Zari maju sebagai calon independen dari Bajaur dalam Wilayah Federasi Otonomi Kesukuan.
Perempuan adat lain yang bertarung untuk kursi yang sama sudah mengundurkan diri setelah menerima ancaman dari Taliban.
“Tujuan dan misi saya adalah bekerja untuk perdamaian di wilayah saya, negara dan seluruh dunia. Saya ingin perdamaian dan kemakmuran berjaya di mana-mana di dunia. Saya harap sesama rakyat dan komunitas internasional mendukung saya mencapai tujuan saya.”
Suaminya, Sultan Khan, mendukung keputusan Zari maju ke Parlemen. Sebagai pria berpendidikan, ia ingin menyaksikan reformasi di tengah masyarakat Pakistan.
“Badam Zari selalu membela hak-hak rakyat yang terpinggirkan. Karena itu saya mendukungnya. Semula kami berencana membangkitkan kesadaran akan hak-hak bagi laki-laki dan perempuan, dan tidak menargetkan ikut Pemilu,” tutur Sultan Khan.
“Tapi Pemilu adalah cara untuk meraih tujuan kami. Setelah itu kami memperhatikan kalau selama kampanye pemilu, banyak orang yang terpinggirkan hak-hak dasarnya, seperti pendidikan, kesehatan dan jalur komunikasi seperti jalanan. Kami akan angkat isu itu di berbagai kesempatna, terlepas mereka yang berkuasa mendengarkan kami atau tidak.”
Wilayah suku Pakistan dikenal sangat konservatif. Perempuan tidak bersekolah dan tidak diizinkan meninggalkan rumah tanpa suami atau Saudara laki-laki mereka.
Bahkan pepatah populer Pasthu menyebutkan kalau “perempuan hidupnya di rumah, atau di kuburan.”
Zari berjanji akan menjadi suara bagi perempuan.
“Saya adalah seorang perempuan dan saya lebih mengerti persoalan dan masalah yang dihadapi perempuan di wilayah ini. Jadi saya bisa kerjakan ini dengan lebih baik. Saya tidak berpendidikan tapi saya tahu pentingnya pendidikan. Jika terpilih, saya akan memfokuskan pada pendidikan dan kesehatan perempuan di wilayah ini. Saya tidak punya anak, jadi saya menyadari semua anak muda adalah anak saya. Saya akan melakukan yang terbaik untuk masa depan dan kehidupan yang lebih sukses bagi mereka.”
Kandidat lainnya telah memulai kampanye mereka dengan memasang poster dan papan iklan di sepanjang kota.
Tapi, Zari miskin dan tidak mampu membiayai kampanyenya. Jadi, ia berkunjung dari pintu ke pintu, meyakinkan orang untuk memilihnya.
Ia beruntung mendapat bantuan dari Javed Khan. Pria 22 tahun ini bekerja di toko obat. Dia adalah salah satu pendukung utama Zari dan telah memulai kampanye untuk mendukungnya. Ia mencoba meyakinkan siapa pun yang datang ke tokonya untuk memilih Zari.
“Perempuan akan mendapatkan hak mereka dan akan mengenali hak mereka jika Badam Zari menang pemilu,” ujar Javed Khan.
“Kami telah memilih pemimpin laki-laki selama bertahun-tahun tapi tidak ada yang berubah. Mereka tidak berbuat apa-apa bagi perdamaian di wilayah ini. Tidak ada kesempatan dalam hidup kami. Kami akan memberi Badam Zari kesempatan kali ini.”
Dari 1,8 juta rakyat Bajaur, sekitar 70 ribu-nya adalah perempuan. Menurut konstitusi, 70 kursi parlemen dialokasikan untuk perempuan dan minoritas agama. – tapi tak ada yang menyebutkan secara spesifik kursi untuk perempuan adat.
Presiden Partai Rakyat Pakistan, Aurangzeb Inqelabi.
“Kami adalah masyarakat demokratis dan menghargai keputusan Badam Zari untuk ikut Pemilu. Tapi ia berasal dari suku minoritas, karena itu saya menentang keputusan ini. Tidak pas bagi dia untuk ikut Pemilu atau bahkan memenangkannya. Dia tidak boleh keluar rumah dan bakal sulit bagi dia untuk menyebarkan gagasannya atau meminta warga untuk memilih dia. Saya jadi bertanya-tanya, dari mana dia bakal dapat suara?”
Militan Taliban sudah mengancam bakal menyerang kampanye politik yang dianggap berseberangan dengan mereka.
Sejauh ini, Zari belum menerima ancaman langsung. Tapi dengan gagasan soal hak pendidikan dan perempuan, ini menjadikan dia sebagai sasaran empuk. Tapi, itu tidak menghalangi Zari..
“Saya bertarung dalam pemilu dengan hasrat, dengan hati bersih dan penuh kesadaran. Saya belum melakukan apapun yang salah jadi, saya tidak merasa terancam atau takut pada siapapun.”
Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program berita radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.portalkbr/asiacalling.
Mudassar Shah
Asia Calling/Bajaur, Pakistan