Lini Belakang Jadi Masalah Utama PSIM
Selesai sudah fase grup liga Divisi Utama ISL 2013. Dari grup lima, Persik Kediri dan PSMP Mojokerto lolos ke babak 12 besar. Sementara itu klub kesayangan warga Jogja, PSIM, harus mengakhiri liga dengan kepala tertunduk. Nova Zaenal dkk. merosot ke posisi empat klasemen akhir grup lima. Gagalnya PSIM menuju babak 12 besar diperparah dengan naiknya rival abadi, Persis Solo ke peringkat tiga.
Dua pertandingan terakhir PSIM di Jawa Timur adalah kabar buruk. Saat bertandang melawan Madiun Putra, Laskar Mataram dibantai 4-1. Tiga hari kemudian, Minggu (9/6) di Kediri, PSIM menyerah empat gol tanpa balas melawan Persik. Skor ini mengulang kekalahan terbesar PSIM selama empat tahun terakhir saat dicukur Persema Malang 4-0 di 2009.
Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan PSIM tidak mampu bicara banyak di grup lima. Pertama, adalah faktor teknis, yaitu lemahnya lini pertahanan. Dari 12 laga,PSIM kebobolan 18 gol. 12 kali saat tandang dan enam kali di kandang. Hanya saat melawan Persewangi gawang Ony Kurniawan tidak dibobol di kandang.
Soal lemahnya lini belakang, Pelatih Maman Durrachman baru mengeluhkannya setelah dibantai Madiun Putra di Stadion Wilis, Rabu, 5 Juni lalu. “Pertahanan kami lemah. Kami kehilangan pemain kunci, selain itu Andri juga belum sembuh benar dari cedera,” ungkapnya saat ditemui seusai laga. Terbatasnya pemain di lini belakang karena cedera membuat Maman mengutak-atik pemain. Ia menempatkan Joni Sukirta menemani Eko Pujianto menjadi bek tengah. Padahal pemain bernomor punggung 27 ini terlihat nyaman di posisi gelandang bertahan.
Keputusan ini membikin Nova Zaenal tidak leluasa meninggalkan lapangan tengah membantu penyerangan yang kerap bertumpu pada Dani Wahyu atau Seto di sayap kanan dan kiri. Terlebih lagi, baik Topas dan Tulus yang kerap membantu penyerangan lewat sayap sering terlambat kembali ke daerah pertahanan.
Hal ini terlihat dari tiga pertandingan tandang terakhir PSIM melawan PPSM , Madiun Putra, dan Persik Kediri. Saat melawan PPSM di Stadion Madya, saat Joni menjadi bek, PSIM kesulitan mencuri gol. Mereka juga kerap keteteran menghadapi serangan balik lewat lapangan tengah. Formasi 4-3-2-1 yang jadi pakem PSIM mati kutu.Gelandang lain seperti Wawan Sucahyo tidak mampu mengatur serangan saat Nova menjaga lini tengah. Namun, saat memasuki babak kedua, Joni dikembalikan ke posisi gelandang bertahan. Hasilnya, dalam waktu 10 menit, PSIM berhasil mencetak tiga gol. Nova leluasa membantu penyerangan, sedangkan Joni menjaga keseimbangan antar lini di lapangan tengah.
Melawan Madiun Putra Maman mencoba menempatkan Joni sebagai gelandang bertahan sejak menit pertama. Sementara itu, Eko diduetkan dengan Andri Wirawan yang diakui Maman belum sembuh benar dari cedera. Hal itu membuat lini pertahanan PSIM pincang. Fisik Andri yang belum pulih membuatnya kerap kalah duel dengan para pemain Madiun. Menit 41, ia bahkan ditarik keluar oleh Maman. Posisinya digantikan Taufik Angga.
PSIM bangkit di menit 73 lewat gol Seto Nurdiyantoro. Namun, satu menit setelah Joni ditarik keluar di menit ke-81, Madiun Putra malah bisa menambah gol. 3-1 hingga peluit akhir dibunyikan. Di pertandingan terakhir, Joni Sukirto ditempatkan lagi menjadi bek. Joni adalah pemain dengan kelebihan tackle dan memotong bola namun lemah dalam covering pemain. Dua gol Persik Kediri tercipta karena kelengahannya dalam mencover pemain lawan.
Selain lini pertahanan yang kropos PSIM juga lemah di lini depan. Keterbatasan pemain menjadi sebab dari lemahnya lini depan. Johan Arga, yang secara brutal dipukuli oleh supporter Persis saat pemulihan cedera tidak bisa meneruskan sisa kompetisi bersama PSIM. Muhammad Arfani Setiawan dan Tony Yuliandri belum punya kualitas yang sepadan dengan Johan Arga atau Agung Suprayogi. Harapan sempat meninggi ketika PSIM kedatangan Dani Wahyu yang berusia belia. Pemain berusia 20 tahun ini sempat memerlihatkan kecepatan waktu awal bergabung. Namun, di empat pertandingan terakhir penampilan Dany menurun dan sering kehilangan bola.
Praktis hanya Agung Suprayogi yang bisa dijadikan tumpuan di depan. Mantan pemain Arema ini menjadi top skor di kubu PSIM dengan torehan tujuh gol. Selain Agung, hanya Johan Arga pemain depan yang menyumbang gol (2). Sisanya adalah gelandang seperti Seto (4 gol), Nova Zaenal (2 gol), Supri (1 gol), Wawan Sucahyo (2 gol), dan pemain belakang Topas (2 gol). Dalam pertandingan melawan Persik, Maman mencoba Seto menjadi target man di depan. Namun, Seto terlalu tua untuk berduel dengan bek lawan yang masih memiliki fisik prima.
Faktor kedua adalah uang. Terbatasnya dana PSIM musim ini membuat manajemen tidak mampu mendatangkan pemain berkelas untuk menambal lini belakang atau depan. Hal tersebut diperparah dengan belum dibayarkannya gaji pemain sebelum melawan PPSM Magelang. Masalah gaji ini sempat dikeluhkan kapten Nova Zaenal.
“Teman-teman mulai resah dengan kondisi ini. Mereka masih trauma dengan kejadian musim lalu. Padahal di awal perjanjian kontrak manajemen sudah berkomitmen kalau musim ini tidak ada lagi yang namanya gaji atau bonus telat,” keluh Maman, 26 Mei lalu. “
Maman Durrachman mengakui bahwa keterlambatan pembayaran gaji memengaruhi psikis pemain. Pada laga sebelum PPSM Magelang (29/5) Maman bahkan meminta agar manajemen merampungkan urusan gaji pemain sebelum laga agar para pemainnya tidak terbebani. “Paling tidak, beban pikiran pemain menjadi berkurang. Sisi positifnya para pemain akan tampil dengan kondisi terbaiknya,” ujarnya Senin, 20 Mei lalu.
Sebelum laga manajemen akhirnya membayar lunas gaji pemain. Bonus yang sempat tersendat juga sudah dibayarkan sebelum laga melawan Madiun Putra. Namun, hal itu tidak mampu mendongkrak performa anak-anak PSIM sehingga tidak lolos ke babak 12 besar.