Home » Figur » Rio Erwin : Menjaga Budaya Jawa dengan Blangkon

Rio Erwin : Menjaga Budaya Jawa dengan Blangkon



Rio Erwin menggunakan blangkon di kantornya

Hidup di jaman modern bukan berarti melupakan akar budayanya. Meski budaya asing datang menawarkan hal yang baru dan “modern”, tidak lantas kebudayaan kebudayaan lokal ditinggalkan begitu saja. Itulah yang dilakoni Rio Erwin, salah seorang wakil rakyat di Daerah Istimewa Jogjakarta yang dikenal nyentrik dengan blangkon yang dipakainya setiap hari.

“Blangkon ini penanda sekaligus pengingat kalau saya itu orang jawa,”ujarnya.

Bagi Rio, kesadaran akan darimana seseorang berasal adalah hal yang terpenting untuk memahami dirinya sendiri dan masyarakat disekitarnya. Sebagai orang jawa, lahir dan dibesarkan di tanah jawa, Rio tidak merasa canggung menggunakan blangkon dalam aktivitas sehari-hari.

“Awalnya pakai blangkon, ya ada pro dan kontra, itu biasa. Tapi bagi saya, orang jawa pakai pakaian jawa itukan ya wajar, jadi nggak perlu heran,” kata anggota DPR dari fraksi Demokrat ini.

Kebiasaan Rio menggunakan blangkon ini dimulai pada tahun 2006. Saat itu, ia diajak orang Romo Saroso bergabung dalam kelompok macapatan di Gunungkidul. Pertemuannya dengan Romo Saroso inilah yang akhirnya membuatnya tersadar betapa pentingnya memahami budayanya sebagai orang jawa.

“Sejak saat itu saya pakai blangkon setiap hari, ya aneh awalnya, tapi lama-lama terbiasa,”cerita Rio.

Salah satu yang mendorongnya menggunakan blangkon adalah kondisi masyarakat, khususnya generasi muda yang sudah mulai melupakan budaya jawa. Budaya pop yang kini digandrungi anak muda perlahan menyingkirkan budaya lokal yang sesungguhnya tidak kalah dengan budaya pop.

“Hampir 90 persen, pasangan muda di Gunungkidul itu, menggunakan bahasa Indonesia ke anaknya, bukan bahasa ibunya, bahasa jawa. Bahkan yang bikin geli, anak-anak kecil diajarkan panggil bapak-ibunya dengan mama-papa, bukan lagi dengan romo atau bapak atau simbok untuk panggil ibunya,” jelas pemilik nama lengkap Rio Erwin Setiawan ini.

Tak tanggung-tanggung kecintaan sekaligus kegelisahannya itu pernah disampaikan kepada Sri Sultan HB X dengan mengusulkan kepada Sultan supaya setiap pegawai di kantor gubernur menggunakan pakaian tradisional jawa satu kali dalam seminggu.

“Saya usulkan pada Sultan, supaya bukan cuma rapat saja yang pakai bahasa jawa, tapi juga kalau bisa seminggu sekali pakai pakaian adat jawa,” ungkapnya.

Kebiasaannya memakai blangkon ini membuatnya mendapatkan pengalaman lucu sekaligus miris. Pernah suatu hari ketika Rio hendak ke salah satu mini market di Malioboro, ia dikira turis karena menggunakan blangkon. Ia ditawari tukang becak untuk berkeliling maliobro hingga kraton.

“Ini kejadian lucu sekaligus miris, orang pakai blangkon dikira turis, karena anggapannya orang lokal gak mungkin pergi-pergi pakai blangkon, paling cuma turis yang baru beli souvenir. Tapi ya bagus juga dikira turis, soalnya yang pakai blangkon itu biasanya dikira dukun atau kusir andong,” guraunya.

Bagi Rio, kesehariannya memakai blangkon bukan sekedar karena kecintaannya terhadap budaya jawa dan identitasnya sebagai orang jawa, lebih jauh ia ingin memberikan contoh bagi generasi muda untuk senantiasa mencintai dan menjaga budaya jawa.

“Budaya jawa itu memang tidak sempit hanya blangkon saja, tapi paling tidak kita harus memulai dari diri sendiri untuk mencintai budaya kita sendiri, budaya itu bukan cuma untuk dibicarakan, tapi juga dilakoni, ngelakoni ini yang susah,” tukasnya.

Lebih lanjut ia berharap, anak-anak muda di Jogja untuk terus berkreasi dan berkreativitas di era modern tanpa harus meninggalkan budaya dan jati dirinya sebagai orang jawa.

“Falsafah orang jawa itu ada dua, eling lan waspada, jadi kita harus eling, eling siapa kita, kita ini ya orang jawa,” pesan Rio.

Facebook Twitter Share on Google+