Home » Berita, Internasional » Pemimpin Agama Burma Berkumpul Mencari Resolusi Konflik

Pemimpin Agama Burma Berkumpul Mencari Resolusi Konflik



Alunan musik menyambut para pemimpin komunitas Kristen, Muslim, Hindu dan Buddha di sebuah gedung pertemuan di pinggiran kota Yangon. Ini kali pertama mereka berkumpul seperti ini. Acara ini diadakan kelompok ‘All Religions Unity Organisation’ atau Organisasi Persatuan Semua Agama.

“Kami ingin menyampaikan pesan ke seluruh negeri kalau umat Buddha dan Muslim dan agama lain bisa hidup berdampingan dengan damai. Jika setiap kota di negeri ini mengadakan acara seperti ini, tidak akan ada lagi konflik,” tutur U Than Aung, seorang pemeluk Buddha dan yang menjadi juru bicara kelompoknya.

Acara itu dimulai dengan mengunjungi berbagai tempat ibadah, mulai dari Masjid, Gereja, Kuil Buddha dan Hindu. “Selama pertemuan, semua pemimpin agama mengutarakan pemikiran mereka dari sudut pandang mereka … dan cara ini membuat kami bisa saling mengerti. Saya kira ini awal yang bagus. Jika setiap kota mengadakan acara seperti ini, tidak akan ada konflik lagi. Dan kita bisa hidup berdampingan,” tambah U Yuzana Thara, salah seorang biksu Buddha yang mengikuti tur.

Tujuan acara ini adalah untuk memunculkan pemahaman yang lebih baik satu sama lain, kata U Than Aung. “Konflik terjadi saat anggota etnis atau agama tertentu melihat kelompok lain dengan rasa curiga. Untuk mengakhiri konflik, kita perlu menyadari kalau setiap agama harus bisa beribadat dengan bebas. Jika kita terus mengikuti prinsip demokrasi, dan membolehkan siapa saja menyakini apa yang mereka mau, kita bisa hidup harmonis dan damai sebagai sebuah masyarakat.”

Sekitar 250 orang tewas dan puluhan ribu orang menjadi tuna wisma akibat serangkaian konflik agama yang terjadi di Burma dalam setahun terakhir. Pemicu rangkaian konflik itu adalah kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang perempuan muda Buddha pada bulan Mei tahun lalu. Kekerasan meningkat karena minoritas Muslim dan komunitas Buddha saling menyerang.

Situasi saat ini masih tegang… tapi untuk kali pertama, para pemimpin agama di Burma duduk bersama mencoba mencari jalan keluar atas konflik yang terjadi. Konflik agama di Burma terutama didorong kelompok yang dipimpin biksu radikal, Wirathu. Tahun 2003 lalu dia dipenjara karena menghasut kebencian karena agama.

Majalah Time belum lama ini menjadikan wajahnya sebagai gambar sampul depan dengan judul “Wajah Teror Buddha’. Pekan ini, Biksu Wirathu menjadi target serangan bom mobil. Ia tidak terluka tapi dengan cepat menuduh ‘ekstrimis Muslim’ sebagai pelaku serangan itu.

Banyak yang yakin, konflik agama akan membahayakan reformasi politik di Myanmar dan video berisi ancaman dan kebencian seperti ini harus dihentikan. Video ini menampilkan potongan gambar yang belum dipastikan kebenarannya, soal warga Muslim yang membunuh orang Buddha.

Thi Ha Oo, 22 tahun, dari Negara Bagian Mon mengatakan ini bisa memicu konflik lanjutan. “Setelah menonton video ini, anak-anak muda mungkin akan berpikir kalau orang Muslim itu benar-benar jahat dan mulai membenci mereka. Video yang beredar bebas ini bisa menimbulkan masalah.”

Burma adalah negara multi-etnis dan agama, dimana mayoritas penduduknya beragama Buddha. Penduduk Muslim di Buma mencapai 5 persen dari total 60 juta penduduk negeri itu. Mahasiswa Khin Thazawin, 23 tahun, yang tinggal di Negara Bagian Mon punya banyak teman Muslim.

“Saya rukun-rukun saja dengan teman-teman Muslim saya. Mereka datang untuk ikut perayaan Buddha dan juga sebaliknya. Mereka bukan ekstrimis,” tambah Thi Ha Oo.

Banyak yang memperingatkan kalau konflik agama ini bisa menghambat proses reformasi di negara itu. Lebih jauh lagi, U Than Aung menunjukkan kalau konflik tersebut bermotif politik. “Menurut kami, mereka ingin masuk politik… mereka mempermainkan kami. Mereka berpikir situasi politik negara saat ini tidak menguntungkan mereka. Maka mereka ingin kembali ke pemerintahan militer, ” jelas Thi Ha Oo.

Awal bulan ini, Presiden Thein Sein mengakui kalau ketegangan seperti ini bisa merusak reformasi negeri itu. Ia berjanji akan menghukum para pelakunya baik dari komunitas Muslim maupun Buddha. Tapi sebuah rancangan UU tentang penodaan agama mulai tersebar. Rancangan itu diusulkan biksu radikal, Wirathu. Tujuannya untuk membatasi pernikahan antar-agama.

Langkah ini diyakini bisa membantu menghentikan konflik agama di masa mendatang. Tapi Bisku U Yuzana Thara tidak sepakat. “Kita harus memandang semua orang yang tinggal di negara ini adalah manusia. Saat ini ada yang bilang kita tinggal di desa dunia dan kita semua saling terhubung. Kita tidak bisa menghindari atau memisahkan diri hanya karena keyakinan kita. Kami tidak berniat untuk membuat masalah dengan agama lain.”

U Than Aung menambahkan, setiap orang bertanggung jawab untuk ikut menghentikan konflik. “Kami ingin menghentikan atau mengurangi konflik agama di negara ini. Kami mendekati para pemimpin agama dan menjelaskan tujuan kami… dengan fokus pada kemanusiaan. Negara kita sedang berada pada masa transisi untuk membangun perdamaian. Kita harus menghentikan konflik agama. Semua pemimpin sepakat dengan tujuan kami dan mau bekerja sama dengan kami.”

 

Banyol Kong Janoi dan Lamin Chan

Asia Calling/Yangon, Burma

23/07/2013

Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program berita radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.portalkbr.com/asiacalling.

Facebook Twitter Share on Google+