Pemerintah Gagal Konversi Minyak ke Gas
Program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) yang dicanangkan pemerintah pada 2011 lalu mandek. Hal tersebut terlihat dari jumlah target pemberian subsidi konverter kit yang tidak terserap dan juga pembangunan stasiun bahan bakar gas yang belum menyeluruh di Indonesia.
Pernyataan tersebut diutarakan oleh Dr. Deendarlianto, kepala pusat studi energi UGM dalam FGD (Fokus Group Discusion) bertajuk Konversi BBM ke BBG, jumat (6/9) sore di kantor PSE UGM.
Dalam FGD tersebut, Dr. Deendarlianto menyampaikan hasil penelitiannya yang menunjukan permasalahan utama dari mandeknya program ini. Sebabnya adalah kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat terkait dengan konversi BBM ke BBG. “Dari hasil riset PSE menunjukan kalau banyak masyarakat belum tahu adanya BBG. Kalau pun ada yang tahu mereka takut, meragukan keamanan penggunaan BBG,” kata Deendarlianto.
Selain masalah sosialisasi dan pemahaman masyarakat tentang BBG, persoalan yang terjadi adalah belum tersedianya infrastruktur dan industri yang menciptakan teknologi konverter. Hingga tahun 2013 ini baru tiga wilayah saja di Indonesia yang memiliki SPBG yaitu di Jakarta, Palembang, dan Surabaya.”Itu pun jumlahnya sangat sedikit, belum memadai, dan jauh dari kata siap,” tambahnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Saryono Hadiwijoyo, komite BPH Migas. Menurutnya perlu ada perbaikan pada ranah kebijakan untuk menangani mandeknya program konversi. Ia juga menegaskan untuk bisa sukses seperti konversi kerosin, pemerintah harus serius dalam kebijakan anggaran dan juga menyiapkan infrastruktur.
“Kalau konversi BBM bisa seperti kerosin itu kan bagus,” ujarnya.