Home » Berita, Nasional » Manifestasi Keislaman Munir, Membela Kaum yang Lemah

Manifestasi Keislaman Munir, Membela Kaum yang Lemah



Dokumen WebAnswer

Pekan ini masyarakat Indonesia terutama para pecinta dan pejuang hak asasi manusia memperingati sembilan tahun terbunuhnya aktivis hak asasi manusia Munir Said Talib Al-Katiri. Munir dibunuh 7 September 2004 di Singapura, pada saat terbang menuju Belanda untuk tugas belajar. Sampai sekarang otak dibalik pembunuh Munir masih belum disentuh hukum.

Munir dikenal seorang pembela buruh, pembela korban kekerasan negara, dan tak pernah lelah membela kaum lemah yang tertindas. Ia seperti lahir dan besar di garis perjuangan hak asasi manusia.

Selama ini mungkin tidak ada gembar-gembor tentang identitas keagamaan Munir. Ia bahkan kerap dituding sebagai antek Yahudi, antek Amerika, dan tudingan-tudingan negatif lainnya. Padahal pria berdarah Arab ini sejatinya merupakan seorang muslim yang taat dan saleh, lahir dari keluarga dengan tradisi Islam yang kental. Ia besar di lingkungan keluarga Perhimpunan Al-Irsyad, salah satu organisasi massa Islam tertua di Indonesia. Selama kuliah di Universitas Brawijaya Malang, Munir juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam.

Istri almarhum, Suciwati mengatakan, Munir tidak pernah menunjukan keislamannya secara simbolik. Bentuk keislaman Munir adalah melawan sistem yang bobrok. Suciwati menambahkan, meski sangat taat beragama islam tapi mendiang suaminya tidak pandang bulu saat membela orang lain. “Dulu Munir membela tetangga kami yang Cina Kristen ketika akan diserbu warga,” ujar Suciwati.

Pernyataan Suciwati itu dibenarkan oleh sahabat Munir sesama aktivis Usman Hamid. Menurut Usman, sejak masa kuliah keislaman Munir sudah terlihat. Saat masih menjadi mahasiswa, Munir sudah dikenal sebagai aktivis kanan yang anti-Yahudi dan Barat. “Meski begitu dia tetap moderat,” kata Usman.

Usman menambahkan, kesan tersebut masih lekat ketika menjadi aktivis. “Saat penguasa Orde Baru memecah belah gerakan mahasiswa dengan isu agama, Munir muncul sebagai pencerah,” ujar Usman Hamid.

Kesaksian lain datang dari aktivis pemuda Al Irsyad, Geisz Chalifah. Kata Geisz, Munir adalah pendiri Al-Irsyad cabang Batu, Malang. Kata dia, pemikiran Munir soal keislaman dimanifestasikan lewat tindakannya membela kaum lemah. “Sesuai dengan ajaran Islam, Kefakiran sangat dekat dengan kekufuran,” ujar Geisz. Oleh karena itu, menurut Geisz Munir tidak pernah ragu untuk membongkar sistem yang bobrok, yang menyebabkan rakyat kelaparan dan miskin.

 

Artikel ini sebelumnya disiarkan di program Agama dan Masyarakat KBR68H. Simak siarannya di 89, 2 FM Green Radio, setiap Rabu, pukul 20.00-21.00 WIB

Facebook Twitter Share on Google+