Home » Interaksi » Dipaksa Pacar Memakai Jilbab, Lanjut atau Putus?

Dipaksa Pacar Memakai Jilbab, Lanjut atau Putus?



Dokumen Istimewa

Terima kasih sebelumnya untuk beritajogja.co.id atas rubrik Interaksi-nya. Ini memudahkan orang-orang yang ingin berkeluh kesah seperti saya untuk berbagi atau menyampaikan pendapat. Nama saya Laras, asli Banjarmasin Kalimantan Selatan. Usia saya 23 tahun dan baru saja lulus dari salah satu Universitas swasta di Jogjakarta.

Selama di Jogja, saya berpacaran dengan adik tingkat di kampus. Sudah empat tahun hubungan kami berjalan. Awalnya baik-baik saja. Mesra bahkan seperti pasangan yang baru jadian pada umumnya. Masalah datang beberapa bulan yang lalu. Ia meminta saya untuk memakai Jilbab. Katanya, sebagai perempuan, saya harus menjaga diri dari pandangan orang selain dirinya. Salah satu caranya adalah dengan memakai jilbab.

Saya pernah menurutinya. Saya memakai jilbab saat ke kampus. Namun, saat memakainya saya merasa tidak nyaman. Katanya, itu karena belum biasa. Saya terus membiasakan diri, tapi tetap tidak nyaman. Saya jadi minder. Suatu ketika saya memutuskan untuk berpenampilan seperti biasa. Saya tidak pernah memakai baju ketat. Saya suka pakai baju hem, celana jeans, dan sepatu converse biasa. Tidak pernah tampil seksi.

Ia marah ketika melihat saya tidak memakai jilbab. Dia bilang saya bikin malu di depan teman-temannya. Saya bingung karena teman-temannya mengaku tidak masalah kalau saya tidak berjilbab. Saya bertanya pada pacar mengapa terus memaksa saya memakai jilbab. Dia jawab karena agama menganjurkan demikian.

Dari sini saya baru tahu kalau dia sudah berubah banyak. Dua tahun pacaran, ia tidak pernah memaksa atau mengatur gaya berpakaian saya. Tapi baru-baru ini saja dia begitu. Setelah bertengkar kecil karena pakaian, selanjutnya ia tidak pernah membalas sms atau mengangkat telepon saya. Tapi ketika saya ke kampus memakai jilbab, ia kembali seperti semula.

Minggu lalu, ia meminta saya untuk menikah dengannya. Tapi, jika saya tetap ngeyel tidak mau berjilbab, ia akan memutuskan hubungan karena tandanya saya bukan perempuan baik-baik. Saya senang sekaligus sakit hati saat itu. Senang karena dilamar, tapi sakit hati dengan ancaman itu.

Sampai kini saya belum memutuskan apa-apa. Saya masih bingung. Saya tidak merasa nyaman memakai jilbab. Meski begitu, saya termasuk perempuan yang hampir tidak pernah meninggalkan shalat. Keluarga juga tidak masalah dengan gaya berpakaian ini. Di sisi lain, saya sangat menyayangi pacar saya dan tidak ingin kehilangan dia. Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus membohongi diri saya sendiri atau tidak lagi menjalin hubungan dengannya?.

 

Laras

Alumni salah satu Universitas Swasta di Jogjakarta

Facebook Twitter Share on Google+