Home » Figur » Wawancara Khusus: Heru dan Bandizt Shaggydog

Wawancara Khusus: Heru dan Bandizt Shaggydog



Dokumen @Shaggydogjogja

Salah satu band papan atas Indonesia, Shaggydog meluncurkan DVD film dokumenter mereka berjudul Berdansa Bersama Shaggydog di Jakarta, Jumat (25/10) malam. Sebelum berangkat ke Jakarta, beritajogja.co.id menemui Heru (vokal) dan Bandizt (bass) di kantor mereka di kawasan Patehan, Jogjakarta.

Heru dan Bandizt bercerita banyak soal film dokumenter yang tersusun atas ratusan video yang dikumpulkan sejak tahun 1997. Juga soal industri musik dan tentu soal Anugerah Musik Indonesia (AMI).

Kenapa memilih Jakarta sebagai tempat peluncuran DVD film dokumenter?

Heru: Kebetulan kita juga besoknya main di Jakarta dan kita pikir supaya teman-teman media lebih gampang datang karena banyak yang di sana. Kita juga butuh ketemuan sama D Majors. Itu kan dirilis sama D Majors juga distribusinya. Kalau di Jogja udah pernah screening di TBY.

Film sudah siap sejak 2008. Kenapa baru diluncurkan sekarang?

Heru: Memang harus gitu ceritanya. Nggak tahu ya tapi dulu kita ada gonjang-ganjing sama label, kita masih mikir ini yang membiayai siapa. Dan jadwal kami show padat sekali. Jarang di Jogja, ya ketunda-tunda. Jadi kami putuskan rilis sendiri.

Bandizt: D Majors bantu distributornya. Jadi kerjasama lah.

Cerita film dokumenter ini soal apa?

Heru: Ceritanya perjalanan kami dari Sayidan, dari lahir sampai sekarang. Ceritanya soal keseharian kita sampai tur ke Eropa. Itu dikumpulkan dari ratusan kaset. Mulai era DHS, Handycam, pindah ke mini DV sampai nggak ada bentuk fisiknya. Itu dikumpuin semua.

Pengumpulannya dari tahun berapa?

Heru: Dari tahun 1997. Macam-macam pokoknya.Dari cerita lucu sampai sedih.

Eh, kasih bocoran dong. Momen yang paling lucu dalam dokumenter dari 16 tahun perjalanan Shaggydog ini.

Heru: Apa ya, yah ada suatu peristiwa itu panitia nggak bisa bayar kita. Sesudah pentas mobilnya kita bawa. Atau motornya kita masukin ke bus. Ada juga waktu kita konser, genset itu mati. Penontonnya ngamuk, lalu kita dilemparin. Manajer kita bingung nyelametin. Terus masuk ke adegan ke gang Sayidan. Sampai di Belanda.

Sutradara film dokumenter ini siapa? dan bagaimana membangun komunikasinya dengan Shaggydog?

Heru: Sutradaranya namanya Tejo Baskoro. Dia teman kita juga. Dulu waktu di Jogja dia kuliah di ISI. Yang punya ide pembuatan film ya juga dia. Seharusnya kalau itu keluar lima tahun yang lalu jadi film dokumenter musik pertama di Indonesia.

Bandizt: Film dokumenter kita itu sebenarnya sudah ikut Festival Film Internasional. Di Jerman sama Swiss kalau nggak salah. Tahun 2008 itu sudah ditayangkan di Jerman.

Lalu proses pembuatan dan komunikasinya seperti apa?

Heru: Kalau komunikasinya jadi si Tejo ini datang ke rumah kita masing-masing. Pagi dia datang. Satu-satu didatengin. Tempat kru, manajer,esk pemain Shaggydog juga dicari ama dia. Gitu. Lalu aktivitasnya direkam. Karena dijual dengan pajak berarti harus melewati sensor film. Karena banyak adegan soal ganja-nya kan waktu di Belanda. Kan Legal di sana.

Bandizt: Makanya besok nonton di Jakarta. Hehehe

Heru: Iya nggak apa-apa, nanti kita kasih satu copy DVD.

Waduh nuwun…, oh ya, Melebar sedikit nggak apa-apa ya, komentarnya soal band indie Jogja dong.

Heru: Anak indie itu punya ciri khas untuk dipertahankan. Anak-anak indie yang baru-baru itu kan melihat yang baru-baru. Yang harus mereka paham itu kan proses. Tapi anak-anak sekarang maunya instan, langsung. Proses itu yang harus didalami. Karena kita kan bisa menjadi seperti ini kan mengalami pasang surut. Ketika surut ya parah. Bener-bener nujem.

Kalau perkembangan musik Jogja dalam satu dekade terakhir gimana? Rame mana sama zaman dulu?

Bandizt: Kalau musik underground sih rame dulu.

Heru: Sekarang lebih berkembang. Lebih variatif. Rock ada kayak Sangkakala. Ada musik eksperimen. Ada Raegge juga musik elektronik.

Album baru gimana kabarnya nih?

Heru: Kita sekarang sudah ngeluarin single. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa mengeluarkan album. Soalnya sudah hampir empat tahun Shaggydog nggak ngeluarin album. Kita banyak tur. Jadwalnya padat banget.

Paling menyenangkan bikin album yang mana?

Bandizt: Sama aja sih. Tapi yang paling enak itu bikin album keempat. Lokasi rekamannya juga enak, di tempatnya Mas Djaduk. Buat nonkrong enak, tempatnya enak.

Mau nggak kalau rekaman kembali ke analog?

Heru: Pengen sih tapi nggak semua lagu. Prosesnya cukup ribet juga sih. Jadwal kita kan padat, jadinya harus cepet. Misalnya ni seminggu libur, ya sudah kita masuk studio buat rekaman, terus jalan lagi, tur lagi.

Saat Shaggydog bikin lagu yang pertama kali terlintas pasar atau musikalitas dulu?

Heru: Dua-duanya. Shaggydog selalu menerapkan keduanya. Bukannya munafik, kita juga butuh uang, jadi juga melihat pasar juga. Ada apa sih yang lagi rame. Baru kita gabungkan dengan idealis kita. Biar nggak kehilangan soul.

Waktu tampil di acara musik seperti Dahsyat lip sync nggak?

Heru: Kita minus one. Ya seperti itu lah. Yang nonton TV itu jutaan. TV itu hiburan yang murah dan mudah. Misalnya Ibu-Ibu sambil masak di dapur sambil nonton Dahsyat. Gratis. Daripada katakanlah mereka harus buka Ipad atau make headset. Ribet. Selain itu mereka juga bisa nembus pelosok.

Bandizt: TV juga bantu promosi. Siapa tahu orang-orang ada yang belum tahu Shaggydog. Tapi pas lihat Dahsyat, jadi tahu.

Rela nggak kalau lagu Shaggydog diunggah di internet lalu orang-orang bebas download?

Heru: ya mau nggak mau. Mau gimana kita? Ya kalau mereka mau download ya silakan aja. Tapi mereka nggak punya album fisiknya ya. Kaset itu kan sekarang sudah kayak barang collectible item. Tapi untuk mencapai satu juta kopi ini masih dicari caranya. Hehehe

B: Dibajak aja cuek. Hehehehe

Shaggydog pernah main di Eropa. Perkembangan industri musiknya dibanding Indonesia gimana?

Heru: Terus terang, Indonesia jauh tertinggal beberapa tahun. Mungkin ketinggalan 5-10 tahun. Kalau nggak mau ketinggalan ya manfaatkan internet. Apalagi untuk musisi, kita harus banyak menggali. Misalnya, ada grup, kayak Coldplay, harusnya musisi kita menggali vokalisnya Coldplay nih dengerin siapa sih?. Kadang-kadang band sekarang nggak mau mencari. Ada band yang bagus di TV, langsung ditiru. Jebreet..jiplak. Harusnya dicari roots-nya biar menemukan formula.

Bandizt: Kalau di Belanda mereka professional banget cara kerjanya. Soal waktu juga. Di sana itu pasti ada jam di panggung. Kalau di Indonesia kan nggak ada.

Heru: Di panggung sana itu semua alat-alat mobile. Setting panggungnya cepat.

Kalau penonton dan penikmat musiknya?

Heru: Penontonnya asik. Nggak bengong. Mereka itu waktu lihat band yang musiknya keren, habis pentas langsung beli kasetnya. CD kita dulu habis dijual di sana. Atensinya gila banget. Langsung beli CD, kaos juga beli.

Bandizt: Meski bahasanya beda, mereka nggak dengerin lirik. Mereka dengerin musik.

Soal AMI dan pengamat musik Indonesia. Beberapa kesalahan sering terjadi. Misalnya TOR yang dibilang band punk. Dulu juga pernah waktu Funky Kopral dibilang band ska. Menurut Shaggydog AMI itu sendiri gimana?

Heru: Pertama, kupikir jurinya kurang menggali. Kurang mengerti. Harusnya mereka mengerti. Aku juga ngikutin soalnya sempat ramai di twitter kan. Buat aku, kasarannya sih memalukan musik Indonesia bisa sampai salah. Aku cuma lihat aja sih, nggak ikut nyinyir. Aku baca juga ada masalah teknis juga. Kalau Cuma buat gagah-gagahan aja, udah bubarin aja. Nggak serius dan apakah dia (AMI) merepresentasikan semua musik anak-anak muda Indonesia? Kan padahal banyak juga band-band indie yang bagus. Harusnya dirangkul semua.

Hehehe.kalau soal banyaknya band yang bermunculan dengan menggabungkan dua genre kayak band poprock. Kadang mereka nggak mau dibilang band pop.

Heru: Kalau soal Pop Rock sih mereka kayaknya cari aman. Sesekali cadas, sesekali menye.

Setelah peluncuran film tur kemana lagi?

Bandizt: Kita ke Jakarta, Bandung sama Medan.

Heru: Tanggal 26 kita main di Ancol. Tanggal 27 ke Bandung. Tanggal 1 November ke Medan.

Facebook Twitter Share on Google+