Pendidikan
Pakar Pendidikan: Sistem Poin Sudah Tak Cocok Diterapkan
Sistem poin yang diterapkan di sekolah-sekolah dianggap Guru Besar Filsafat dan Sosiologi Pendidikan asal UNY, Prof. Dr. Farida Hanum sudah tak relevan untuk diterapkan alias ketinggalan zaman. Menurutnya, sistem poin merupakan pengembangan dari aliran positivisme yang sudah seharusnya digantikan.
“Sistem poin yang diterapkan di sekolah tersebut merupakan aliran Positivisme. Harusnya saat ini sekolah sudah menerapkan aliran Konstruksivisme, di mana pengembangan murid menjadi titik utama dari pengembangan sekolah,” ujar Farida Hanum saat ditemui di ruang kerjanya.
Penerapan sistem poin pun menghilangkan peran sekolah sebagai tempat mendidik maupun membina siswa. Sekolah lebih cenderung memberikan hukuman dibandingkan membina siswa. Farida Hanum mencontohkan bahwa poin-poin yang diterapkan pun tak relevan. Seperti tidak menggunakan topi, tidak menggunakan dasi, datang terlambat, tidak menggunakan sepatu hitam akan mendapatkan poin.
Mengutip ajaran Ki Hajar Dewantara, bahwa sekolah merupakan jalan untuk meraih kebahagiaan, Farida Hanum berharap agar ajaran tersebut bisa dijadikan pegangan bagi para guru maupun sekolah. Bagi Farida Hanum sekolah adalah salah satu tempat untuk berkembang dan memupuk harapan para siswanya.
Dikeluarnya siswa SMA 2 Jogjakarta karena sistem poin bertentangan dengan pendidikan karakter maupun pendidikan humanis yang saat ini didengung-dengungkan oleh Kementerian Pendidikan. Farida Hanum juga menambahkan bahwa guru mempunyai tugas sebagai pendidik dalam artian mendidik siswa nakal menjadi tidak nakal. Mendidik siswa yang tadinya tidak tahu menjadi tahu.
“Ada baiknya para guru maupun sekolah belajar lagi tentang dasar ilmu pendidikan maupun filsafat pendidikan. Dimana fungsi sekolah atau guru adalah membuat dari tidak tahu menjadi tahu. Dari tidak bisa menjadi bisa. Dari kurang baik menjadi baik,” terang Farida Hanum.
Menurut Farida Hanum ada peran yang berbeda antara guru untuk siswa SD maupun siswa yang remaja (SMP atau SMA -red). Guru SD menempatkan diri sebagai orang tua dari siswa dimana guru masih bisa memberikan perintah kepada siswa. Sedangkan untuk siswa yang remaja, peran guru sebagai teman.
Teman yang dimaksud disini adalah antara siswa dengan guru ada saling memahami dan bisa saling bercerita atau curhat tentang masalah ataupun hal lainnya. Sehingga tidak ada jarak antara guru dengan siswa. Dengan kedekatan tersebut guru mengetahui apa saja kesulitan dari siswanya dan membantu untuk mengatasinya bukan malah menggurui atau memberikan perintah-perintah.