UU Pornografi
Komnas Perlindungan Perempuan Kritik UU Pornografi
Undang-undang pornografi yang sudah disahkan mendapat kritikan dari komisioner komnas perlindungan perempuan. Pasalnya, UU dinilai kerap menimbulkan tumpang tindih dengan undang-undang lainnya.
Dalam beberapa kasus terkait dengan isu perlindungan perempuan, undang-undang ini kerap menjadikan korban pornografi menjadi tersangka. “Dalam kasus video porno misalnya, kadang si perempuan itu korban, direkam diam-diam atau dipaksa seperti kasus video anak smp itu, lalu itu menyebar, si perempuan korban itu justru jadi tersangka karena terlibat dalam video itu, ini yang bahaya,” kata ketua Komnas perlindungan perempuan Andy Yentriyani saat menggelar gathering bersama wartawan di Bale Ayu, selasa (10/12) malam.
Salah satu contoh kasus yang nyata terjadi di Sumatra Barat. Dalam kasus perdagangan anak-anak perempuan yang dijadikan penari stripis di Sumbar, polisi kebingungan menerapkan pasal undang-undangan perdagangan manusia dan undang-undang pronografi.Menurut Andy, dimata undang-undang perdagangan manusia, para penari itu merupakan korban dari perdagangan manusia, sementara di undang-undang pornografi mereka menjadi pelaku.
“Yang seperti ini terkadang pihak aparat juga bingung, tapi akhirnya kedua undang-undang itu berbenturan, antara menetap sebagai korban atau tersangka,” jelas Andy.
Meski demikian secara menyeluruh komnas perlindungan perempuan dan juga beberapa LSM yang berkerja di ranah perlindungan perempuan belum melakukan evaluasi terhadap undang-undang pornografi.”Evaluasi ini perlu dilakukan, tapi masih perlu mengumpulkan kasus-kasus seperti itu yang akhirnya merugikan perempuan, saya belum tau apakah teman-teman di daerah sudah melakukan evaluasi, tapi melihat undang-undang ini baru diterapkan, kita masih akan pantau,” ujarnya.