Nasional
Pesan Jakatarub di Hari HAM
10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia. Peringatan ini kembali mengingatkan tentang salah satu poin yang masuk dalam HAM yaitu hak beragama dan berkeyakinan. Hak inilah yang tampaknya belum bisa ditegakkan di Indonesia. Hal ini tercermin dari maraknya kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia. Penyegelan gereja atau penyerangan umat Ahmadiyah adalah salah satu contoh bagaimana hak kebebasan beragama dan berkeyakinan belum bisa diaplikasikan dengan baik di negeri ini.
Salah satu provinsi yang tercatat memiliki catatan buruk soal toleransi beragama adalah Jawa Barat. Dalam setahun terakhir, LSM Setara Institute mencatat Provinsi ini sebagai wilayah dengan kasus intoleransi antar umat beragama tertinggi. Hak berkeyakinan bagi minoritas banyak tercerabut di sini. Kasus terakhir, pada pertengahan November, seratusan warga Syiah dilarang memperingati hari Asyura di Bandung. Selain itu, ada juga kasus penyerangan dan pengusiran warga Ahmadiyah di Tasikmalaya pertengahan tahun ini.
Menurut Koordinator Gerakan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub), Wawan, baik pemerintah maupun masyarakat turut berperan dalam maraknya kasus intoleransi di Indonesia khususnya Jawa Barat. Kata dia ada kelompok masyarakat yang mudah terprovokasi untuk melakukan diskriminasi atau bahkan tindak kekerasan terhadap kelompok minoritas di wilayahnnya.
“Ada kelompok masyarakat yang beragamanya terpaku pada masalah simbol sehingga melupakan esensi dari keyakinan yang mereka anut. Inti dari semua agama kan tidak ada yang mengajarkan untuk menyakiti orang lain. Esensi itu seharusnya yang harus dipegang teguh” ujarnya dalam perbincangan Pilar Demokrasi KBR68H, Senin (9/12)
Wawan menambahkan disisi lain, Pemerintah juga kerap salah dalam penanganan masalah intoleransi ini. Kata dia Pemerintah cenderung bermain aman dengan lebih berpihak pada kelompok mayoritas dalam sebuah konflik. Padahal seharusnya yang ditegakkan adalah perlindungan hak-hak berkeyakinan seperti yang sudah diatur dalam konstitusi negara.
“Pemerintah ini salahnya suka main aman dengan memihak yang mayoritas. Harus tidak begitu. Pemerintah harus tegas menegakkan amanat konstitusi yaitu melindungi hak beragama dan berkeyakinan. Dengan kata lain melindungi hal-hak kaum minoritas ini” jelasnya.
Komisioner Komnas HAM, Nurkholis juga menyerukan hal yang senada, Pemerintah selama ini kerap melakukan pelanggaran HAM dengan membiarkan dan tidak mengusut tuntas kasus-kasus intoleransi yang terjadi di masyarakat. Sikap seperti ini justru akan memperburuk nama Indonesia di dunia internasional yang selama ini sudah jadi sorotan terkait kasus pelanggaran HAM.
Menurutnya Indonesia sebagai negara dengan tingkat keberagaman tinggi memang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari
“Pesan toleransi inilah yang harus disebarluaskan dalam rangka menyambut hari HAM sedunia. Karena ketika kita bisa menghargai perbedaan yang ada pada orang lain maka inilah yang akan mengurangi terjadinya kasus-kasus intoleransi” ujarnya
Nurkholis juga berpendapat bahwa saat ini diperlukan adanya pendidikan atau pemahaman ulang bagi para calon pejabat pemerintah tentang konsep kebebasan beragama dan berkeyakinan. Hal ini sangat penting agar mereka mengerti tentang konsep keyakinan beragama yang dilindungi konstitusi sehingga ketika mereka memangku suatu jabatan di pemerintah, mereka akan mengeluarkan kebijakan dengan perpektif HAM.
“Memang perlu pemahaman ulang bagi para calon pejabat kita tentang hak kebebasan berkeyakinan ini. Karena saat ini dibeberapa daerah masih banyak pejabatnya yang mengeluarkan kebijakan yang justru memberangus kebebasan beragama” keluhnya.
Koordionator gerakan Jakatarub, Wawan menambahkan masyarakat kini juga harus aktif menyebarkan pesan toleransi ini. Misalnya dengan membentuk komunitas kecil untuk mengedukasi masyarakat lainnya tentang pentingnya kerukunan antar umat beragama. Upaya kecil ini menurutnya bisa membantu tumbuhnya perdamaian di Indonesia.
“Dengan komunitas-komunitas seperti Jakatarub ini kita harus ikut berkontribusi menyebarkan pesan toleransi. Kita di Jakatarub secara rutin mengadakan acara nonton bareng, diskusi, dan lain-lain dan itu pesertanya lintas agama. Kami ingin membuat kerukunan beragama ini suatu hal yang indah,” tutupnya
Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio