Home » Berita, Jogja » Pembangunan Vertikal di Jogja Terkendala Budaya

Tata Ruang

Pembangunan Vertikal di Jogja Terkendala Budaya



Tugu Tahun 1901 (Dokumen Tamam Mulahela)

Curah hujan tinggi yang mengguyur Jogjakarta dalam sepekan terakhir berpotensi menimbulkan banyak genangan. Buruknya kondisi drainese dan kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) membuat potensi ini membesar. Ahli tata ruang UGM, Diah Widyastuti mengatakan, untuk mengurangi genangan, atau bahkan banjir, ada dua cara yang bisa dipakai.

“Pertama pemfungsian kembali RTH secara ekologi, bukan cuma artifisial. Kedua, pembangunan vertikal seperti apartemen untuk warga,” ujarnya.

Khusus yang kedua, pembangunan vertikal yang dimaksud Dyah mengubah paradigma rumah untuk warga. Pembangunan pemukiman ke atas atau apartemen diyakini tidak akan makan tanah yang banyak. “Tanah yang lainnya bisa difungsikan untuk pembangunan RTH,” tambah Dyah.

Namun pembangunan vertikal di Jogja bakal sulit. Sebab, sebagaimana yang dijelaskan Direktur Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, Dr. Djati Mardiatno, pembangunan vertikal terkendala budaya.

“Budaya orang Jawa ini kalau mau punya rumah harus komplit. Ada halaman depan, belakang, dan lain sebagainya. Jadi pembangunan ini akan terkendala budaya itu,” ujarnya pada beritajogja.co.id, Selasa (28/1) siang di kantornya.

Namun, jika memang pembangunan vertikal jadi dilaksanakan, Djati berharap struktur bangunannya harus kuat. Sebab, akan timbul masalah jika bangunan tersebut tak tahan gempa.

Facebook Twitter Share on Google+