Kampus
Banyak Kampus di Jogja Jadi Sarang Fundamentalis
Kekerasan tak hanya berupa fisik. Pemaksaan paham atau penyeragaman juga termasuk bentuk kekerasan. Jenis yang seperti itu banyak ditemukan di ranah intelektual, khususnya dalam dunia kampus di Jogjakarta.
Demikian analisis Subkhi Ridho dari Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) memaparkan jenis kekerasan yang kerap timbul di Jogja, Kamis (30/1) kemarin dalam gelaran Bincang Senja yang diselenggarakan Jaringan Masyarakat Sipil Yogyakarta di kafe bilangan Gowok.
Mengenai banyaknya pemaksaan ideologi di kampus, Subkhi mengatakan sebabnya adalah massifnya gerakan fundamentalis yang tersebar di banyak kampus. Gerakan ini tanpa kompromi ingin menyeragamkan pemikiran tiap mahasiswa dengan sejumlah kegiatan tertentu.
“Gerakan ini mulai massif setelah reformasi. Banyak perhimpunan mahasiswa berbasis agama yang memaksakan penyeragaman. Mereka semakin besar dan menguasai banyak kampus. Akhirnya, gerakan fundamentalis ini berdampak negatif” lanjutnya.
Dampak yang dimaksudkannya adalah banyak mahasiswa yang menolak adanya pluralisme. Padahal, pluralisme adalah salah satu jalan yang dapat menghentikan maraknya aksi kekerasan di Jogjakarta.Pluralisme pula yang mampu mengembalikan slogan Jogja Kota Toleransi yang dicanangkan sejak 2003 lalu.