Jogjapedia
Jenever, Miras Belanda Tempo Doeloe yang Populer di Jogja
Minuman Keras (Miras) di Jogjakarta bukan hal baru. Miras sudah jadi bagian sosial warga Jogja sejak zaman dulu. Masyarakat tradisional memanfaatkan fragmentasi buah atau beras untuk dibuat miras. Kepopuleran miras tradisional, seperti Ciu tersaingi sejak Belanda singgah paksa di Kraton Jogja.
Saat memasuki Jogjakarta, Belanda tak hanya membawa senjata dan rancangan arsitektur loji saja melainkan juga tradisi. Salah satu tradisi yang mereka bawa adalah minuman keras. Jenever salah satu merk miras yang dibawa Belanda ke Jogjakarta. Minuman ini ditemukan oleh De la Boe dari Universitas Leiden pada 1650 dari campuran minyak runjung pohon juniper dengan minuman beralkohol hasil fermentasi serealia.
Saat masuk Kraton, Belanda memakai Bangsal Sarangbaya sebagai tempat minum. Belanda juga mengajak anggota kerajaan. Di Bangsal yang terletak di sebelah timur Bangsal Kencana ini, Belanda mengenalkan cara minum khas Jenever. Jenever, atau yang sering disebut Gin, dituangkan dalam botol kaca besar lalu diminum dengan gelas kecil.
Cara ini menarik anggota Kraton. Patih Danureja, anggota Kraton yang pro Belanda kabarnya sangat menyukai minuman dan cara minum orang Belanda. Bahkan ia sampai menawari Pangeran Diponogero untuk mencoba minuman keras barat. Tapi tentu saja segera ditolak mengingat Diponegoro adalah penganut islam yang taat.
Meski demikian, rakyat Jogja tak kepincut dengan cara minum orang barat tersebut. Mereka masih setia pada minuman tradisional, seperti Ciu Bekonang yang diminum saat ada perayaan tertentu.