Interaksi
KontraS: Menganjurkan Golput Bukan Kriminal
KontraS prihatin dengan pernyataan dari pejabat-pejabat Bawaslu, Polri dan BIN yang menyatakan bahwa Golput dapat dipidana. Ditambahkan bahwa Penggunaan media sosial untuk menganjurkan Golput bisa dikenakan pemidanaan UU ITE. Pandangan ini sesat dan sempit, salah melihat pasal Pemidanaan dalam UU Pemilu dan UU ITE. Apalagi lembaga-lembaga tersebut tidak punya kompetensi untuk menilai Golput.
‘Golongan Putih’ atau ‘Golput’ adalah suara abstain dipemungutan suara. Mekanisme Abstain atau tidak memilih dikenal secara resmi ataupun secara faktual. Perserikatan Bangsa-Bangsa, dimana Indonesia menjadi anggotanya, mengenal hasil Abstain dari setiap voting. Di ASEAN, Abstain seringkali secara faktual berarti tidak setuju pada hasil mufakat.
Dalam hak asasi manusia, abstain ataupun menentukan pilihan dari yang tersedia, merupakan ekspresi partisipasi dalam politik, turut serta dalam kegiatan publik, pilihan hati nurani (Conscience), dan kebebasan dalam menyatakan pendapat. Perangkat hukumnya terjamin di Indonesia, UUD 1945 pasal 28 menyatakan bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
Sementara Pasal 23 UU Nomor 39 tahun 1999 menyatakan bahwa “(1) Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya. (2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektonik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.”
Dalam dokumen resmi PBB hak partisipasi dalam Politik disebutkan bahwa “Negara-negara Pihak menjamin hak atas kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide/pemikiran apapun tanpa batas…. [Paragraf 11] dan “…..kebebasan komunikasi terkait informasi dan ide mengenai isu-isu publik dan politik antar warga negara termasuk kandidat dan perwakilan yang akan dipilih adalah hal yang sangat penting. Hal ini berarti pers maupun media bebas memberikan komentar terkait isu-isu publik tanpa adanya sensor dan atau pembatasan… [Paragraf 20] –Komentar umum No.34 Pasal 19: Kebebasan berekspresi dan berpendapat -
Oleh karenanya larangan untuk Golput dan penganjur-penganjurnya adalah sebuah tindakan anti demokrasi dan anti rule of law. Sebagaimana UU Pemilu menyatakan bahwa yang dilarang adalah tindakan pemaksaan, yang dalam konteks Pemilu, pemaksaan memilih atau tidak memilih.
Dalam pasal 308 Undang-undang No 8 tahun 2012 tentang Pemilu dikatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Maka jelas yang dibutuhkan informasinya adalah bentuk pemaksaan atau pengaruh-pengaruh negatif, seperti politik uang alias suap dan jual-beli suara, intimidasi dan teror terhadap simbol-simbol partai politik sebagaimana yang terjadi di Aceh, atau menghalangi berekspresi dan menunjukan pilihannya.
Prinsipnya, pertama, apapun pilihannya, memilih atau tidak memilih alias Golput, adalah sah selama dilakukan atas dasar keyakinan dan menjadi pilihan personal setiap warganegara masing-masing. Kedua, penganjuran adalah sah selama dilakukan dengan cara dan alasan yang tidak melanggar tindak pidana yang merugikan jiwa atau harta benda pihak lain.
Aneh, jika kemudian, Bawaslu sebagai perangkat Pemilu yang diklaim sebagai pesta demokrasi, justru anti demokrasi. Demikian pula dengan BIN dan Polri. Larangan untuk Golput sebagaimana yang dilakukan oleh Bawaslu, Polri dan BIN justru merupakan pelanggaran hukum sebagaimana diatur diatas. Kami khawatir ada pihak-pihak yang ingin menunggangi Pemilu kali ini dan mulai menunjukan sikap anti demokrasinya.
Tidak hanya mengenai prinsip kebebasan untuk Golput yang dilanggar oleh ketiga lembaga tersebut namun juga kedudukan mereka yang tidak memilki legitimasi untuk mengatakan bahwa Golput maupun ajakan untuk Golput merupakan tindak pidana. Kondisi ini tentu kontra produktif jika dibandingkan tugas pokok ketiga lembaga ini dalam menyambut Pemilu 2014 sebab masih banyak persoalan dalam iternal kelembagaan yang tak kunjung diselesaikan secara menyuluruh termasuk diantaranya kekerasan, netralitas dan profesionalitas dalam menjalankan tugas sehubungan dengan suksesnya pemilu 2014
Haris Azhar
KontraS