Jogja Kita
Seragam Sekolah: Pengaturan Perilaku Pelajar di Masyarakat?
Seragam sekolah punya banyak fungsi. Seragam, secara sosial, berfungsi sebagai identitas dalam masyarakat. Juga sebagai penegas status sosial dalam masyarakat itu sendiri. Demikian yang kerap didengungkan sejumlah pakar pendidikan melihat seragam sekolah. Seperti FX Djoko Sukastomo dalam sebuah artikel di Suara Merdeka berjudul Penghapusan Seragam Sekolah tanggal 22 November 2004 misalnya yang menegaskan bahwa seragam sekolah menjadi kontrol sosial pelajar yang akan membuat perilaku mereka menjadi tidak liar.
Meski demikian, pelajar sekolah, yang Senin-Jumat memakai seragam itu punya pendapat lain. Alexander misalnya. pelajar SMA De Britto ini yakin bahwa antara seragam dan perilaku sosial tidak ada hubungannya. Sebab menurutnya, seragam itu tak bisa mengatur perilaku pelajar.
“Nggak ada hubungannya antara seragam yang dipakai sama kelakuan pelajar. Kalau emang jadi kontrol, kenapa masih banyak yang bolos pas jam pelajaran?” ujarnya yang diwawancarai di depan gerbang sekolah, Selasa (18/3).
Keyakinan Alexander, sama halnya dengan apa yang dituliskan Wawan Setiyadi dalam buku Manusia Bebas. Wawan menuliskan bahwa penyeragaman pakaian di sekolah tidak akan mampu menjadi semacam penyadaran akan tanggung jawab. Hanya manusia bebas, tulisnya, yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
Salah seorang orang tua pelajar, Evarina mengatakan bahwa seragam sekolah mungkin ampuh menjadi perilaku sosial ketika terjun di masyarakat. Menurutnya, seragam sekolah jadi tanggung jawab si pelajar sendiri. “Tapi juga tergantung di mana sekolahnya. Kalau anak saya kan di sekolah penerbangan, jadi dia berusaha nggak malu-maluin sekolahnya,” ujarnya.
Dinas Pendidikan Kota Jogja pernah membuat keputusan untuk meniadakan nama sekolah di seragam pelajar kota. Hal ini dilakukan untuk meredam banyaknya tawuran antar pelajar. Emblem yang sebelumnya bertuliskan asal sekolah diganti dengan tulisan pelajar kota.