Home » Jogjapedia » Jamu Cekok Jampi: Jamunya Anak-Anak Jogja

Jogjapedia

Jamu Cekok Jampi: Jamunya Anak-Anak Jogja



Istimewa

Saat Anda masih kanak, hal apa yang lebih menakutkan dari pergi ke dokter gigi? Bisa jadi tidak ada jawaban lain yang lebih mengerikan dari datang ke dokter gigi. Namun, coba tanyakan hal itu pada anak-anak kecil di Jogja. Mungkin hal yang paling membuat was-was adalah jamu cekok.

Jamu cekok sendiri sebenarnya merupakan salah satu teknik untuk memberi anak-anak minum jamu dengan cara dicekok atau disuapi. Biasanya anak-anak yang dicekok adalah anak yang belum bisa minum jamu sendiri. Jangankan anak-anak, dengan rasa jamu yang pahit, orang dewasa pun kadang merasa ngeri. Nah, untuk alasan itulah Jamu Cekok Jampi Asli didirikan. Kepercayaan masyarakat yang telah mengakar terhadap khasiat jamu juga telah membuat usaha jamu cekok yang dimiliki oleh Zaelani itu bertahan hingga kini.

Usaha jamu Zaelani juga sering disebut oleh masyarakat Jogja sebagai jamu kulon kerkop. Pasalnya, tidak jauh dari kios jamu Zaelani dulu pernah terdapat kuburan belanda atau yang jika diartikan dalam bahasa belanda sebagai kerkovv. Kini kerkop itu telah beralih fungsi menjadi area wisata yang cukup ternama di Jogja, yakni Purawisata.

Usaha jamu Zaelani telah turun temurun sejak sejak tahun 1875. Ia sendiri merupakan keturunan keempat di keluarganya. Setiap harinya toko Jamu Zaelani buka dari pukul 06.00 sampai 19.30. Dalam menjalankan usahanya, ia dibantu oleh ketiga pekerja yang juga sudah turun-temurun berkerja di sana. Ketiga asisten Zaelani bekerja secara bergantian. Ada yang berjualan (meracik jamu), dan ada yang menumbuk serta memasak bahan jamu. Salah satunya adalah bu Mul yang sejak muda sering mengajak ketiga anaknya; Jirah, Denok, dan Parwanti membantu meracik jamu di sana. Sudah sejak SMP, ketiga anak bu Mul belajar memahami seluk-beluk meracik jamu, bahkan sampai teknik mencekok anak sehingga anak-anak tidak tersendak.

Dalam menjalankan usahanya Zaelani tidak pernah mematok berapa jamu cekok yang harus ia jual. Sehari-hari, ia bersama dengan mitranya hanya membuat jamu dimasak malam hari dan dijual pagi hari. Sedangkan jamu yang dimasak pukul 09.00 dijual untuk sore sampai malam. Kalaupun ada yang tersisa, ia selalu memberikan jamu itu ke orang-orang sekitar rumahnya. Selain untuk menjaga kualitas jamu, Zaelani melakukan hal itu supaya ia dan mitranya senantiasa belajar membaca tanda-tanda alam.

Facebook Twitter Share on Google+