Jogjapedia
Desa Pulo, Saingan Sarkem yang Bikin Heboh di Tahun 70an
Tempat prostitusi bukan lagi hal yang asing, terlebih lagi di kota-kota besar atau pun di tempat yang menjadi tujuan wisata. Begitu pula di Jogjakarta, yang memiliki sejarah prostitusi yang cukup tua. Sebagian menyatakan porstitusi di Jogja mulai sejak dibangunnya rel kereta api. Sebagian lagi berpendapat bahwa prostitusi ada jauh sebelum adanya rel.
Beberapa tempat di Jogja memang terkenal sebagai wilayah prostitusi. Yang paling dikenal orang tentu saja sekitaran Jalan Pasar Kembang. Keterkenalan wilayah Pasar Kembang pernah tersaingi di era 1970an dengan munculnya Desa Pulo. Pada kala itu, Desa Pulo ditempati oleh 51 wanita tunasusila (WTS), yang tersebar di 6 rumah praktek, yang dikelola oleh 6 mucikari.
Kemunculannya desa ini membuat pemerintah kelabakan. Pada 1979, pemerintah menyatakan bahwa Desa Pulo yang terletak di Bokoharjo, Prambanan, Sleman, ditutup karena menjadi tempat prostitusi.
Namun sayang, pernyataan pemerintah untuk menutup daerah itu pada tanggal 23 April 1979, tidak dihiraukan. Sebaliknya, pasca imbauan penutupan, jumlah WTS di Desa Pulo bertambah menjadi 66 WTS dan 14 mucikari. Desa semakin padat. Banyak pendatang dari luar Jogja yang datang dan tinggal di sana.
Kondisi ini membuat pemerintah saat itu berinisiatif mengganti strategi. Dari penutupan paksa menjadi penyuluhan langsung terhadap WTS yang ada di Desa Pulo. Pendekatan yang dilakukan pemerintah lumayan berhasil. Pelan-pelan banyak yang menanggalkan kegiatan prostitusi di desa itu. Hingga kegiatan di Desa Pulo akhirnya berangsur-angsur menjauh dari kegiatan prostitusi.