Nostalgia di Pameran Dolanan Anak UNY
Tiap individu, kata Maurice Halbwach, punya memori kolektif. Memori kolektif merupakan kumpulan ingatan atas pengalaman atau kegiatan yang pernah dan berulang kali dilakukan hingga menjadi keterbiasaan manusia dalam komunitas sosial. Setidaknya itulah yang coba ingin diungkapkan di pameran dolanan anak yang digarap oleh Prodi Ilmu Sejarah dan Pendikan Sejarah UNY, Rabu (28/5).
Memamerkan dolanan anak tradisional seperti layangan, gasing, kuda lumping, congklak, senjata pelepah pisang, dan banyak lagi, mereka ingin membangkitkan memori kolektif yang kian hari makin tertimbun informasi teknologi. Tak hanya memamerkan mainan, mereka juga memeragakan mainan gobak sodor yang kini sudah jarang dimainkan anak-anak di perkotaan.
“Memang tujuan kami ini ingin membangkitkan kenangan mahasiswa akan mainan anak yang dulu masih sering dimainkan. Sekarang, mainan ini sudah jarang dimainkan dan kalah dengan yang modern,” jelas Eko Cahyadi, Ketua Pelaksana pameran dolanan anak dari Ilmu Sejarah, Rabu (28/5) siang ketika ditemui di ruang Cut Nyak Dien FIS UNY.
Begitu juga dengan Sukisworo, Ketua Pelaksana pameran dolanan anak dari Pendidikan Sejarah. Ia mengatakan bahwa mainan tradisional yang dipamerkan di dua ruang, yaitu di ruang Cut Nyak Dien dan Museum Pendidikan ini sulit dicari dan sulit dibuat. Selain itu, tujuannya jelas untuk menolak lupa akan adanya mainan tradisional yang menjadi identitas nusantara.
“Mainan tradisional ini kan sulit dicari. Lagian juga sulit dibuat. Ini akan membangkitkan kenangan juga dari pengunjung,” ujarnya pada beritajogja.co.id.