Home » Jogja Kita » Intoleransi di Jogja: Agama dan Budaya Hanya Selubung Kebencian Individu

Intoleransi

Intoleransi di Jogja: Agama dan Budaya Hanya Selubung Kebencian Individu



beritajogja.co.id

Istimewa

Sejumlah kasus kekerasan intoleransi yang terjadi di Jogja diduga karena faktor agama dan budaya. Perusakan rumah Direktur Galang Press, Julius Felicianus, Kamis (29/5) malam saat tengah digelar doa rosario yang diikuti perusakan rumah ibadah di Pangukan, menguatkan dugaan akan sebab kekerasan tersebut.

Aprinus Salam, Kepala Pusat Studi Kebudayaan sekaligus pengajar Pascasarjana UGM tidak mempercayai dugaan tersebut. Kepada beritajogja.co.id. Rabu (4/6) sore, Aprinus menuturkan bahwa agama dan budaya cuma topeng atas kebencian individu. Sebab, menurutnya agama tidak mengajarkan kekerasan dan peristiwa yang terjadi lebih karena ego seseorang.

“Dalam diri seseorang itu terdapat hasrat ingin menguasai, hasrat kekerasan, dan hasrat agar diakui. Kekerasan kerap timbul untuk mengakomodasi hasrat tersebut. Jadinya dalam proses menuangkan hasrat itu agama dan kebudayaan dijadikan topengnya. Saya pribadi tidak percaya mereka yang melakukan kekerasan itu atas nama agama atau budaya,” ujarnya.

Sementara itu Syafii Maarif, tokoh Muhammadiyah Jogjakarta berpendapat bahwa jikalau benar motif penyerangan tersebut atas nama agama, aka pelaku kekerasan pasti tidak mengenal agama dengan baik. Pasalnya, mengamini Aprinus, Syafii Maarif mengatakan bahwa agama tidak pernah mengajarkan kekerasan.

“Tidak ada dalam Al Quran atau kitab lain menganjurkan kekerasan. Malah sebaliknya dianjurkan agar menyayangi dan melindungi sesama manusia meski berbeda agama,” kata Buya singkat.

Facebook Twitter Share on Google+