Intoleransi
Sosiolog: Jogja Ditampar Intoleransi
Peristiwa kekerasan di Jogja yang terjadi dalam rentang waktu yang berdekatan mendapat perhatian khusus dari akademisi. Sejumlah rektor dari perguruan negeri langsung menggelar pertemuan khusus membahas kasus intoleransi yang terjadi di Jogja. Menurut Muhammad Najib, sosiolog UGM, pertemuan rektor tersebut membahas dan membuat surat pernyataan bersama tentang kekerasan berselubung agama tersebut.
“Dalam waktu dekat akan disampaikan ke publik. Pertemuan para rektor itu juga sebagai penyeruan penguatan pluralisme,” katanya.
Menurut Najib, kasus kekerasan dengan selubung agama yang terjadi di Jogja sangat memalukan. Sebab, menurutnya Jogja selama ini dikenal sebagai kota pluralisme. “Ini tamparan keras untuk Jogjakarta. Kasus ini juga sebagai peringatan bagi negara untuk melindungi warganya untuk hidup sesuai keyakinan dan menegakkan hukum,” katanya.
Berdasarkan data dari KOMNAS HAM, ada sebanyak 15 nama korban kekerasan kasus perusakan dan pemukulan di rumah Direktur Galangpress, Julius Filicianus di Dusun Tanjungsari Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Kamis (29/5) malam. Sementara itu, kasus perusakan rumah ibadah di Pangukan, Sleman, menurut Edwin Partogi, Wakil Ketua LPSK, membuktikan absennya negara.
“Saya melihat disana negara memang tidak hadir. Bagaimana kelompok tertentu masuk dalam satu lokasi? Mereka bebas melakukan pengrusakan, sementara aparat hanya menonton,” ujarnya.