Perusakan Gereja di Pangukan
Laporkan Pemilik Gereja ke Polda, Warga Pangukan Bantah Lakukan Kekerasan
Warga Pangukan, Sleman melaporkan Pendeta Nico Lomboan ke Polda Jogjakarta dengan dugaan tindak pidana perusakan dan atau kejahatan terhadap pemerintah, Senin (9/6) siang. Menurut kuasa hukum warga Pangukan,Amin Zakaria, kejahatan atau perusakan terhadap pemerintah yang dilakukan oleh Pendeta Nico adalah perusakan segel milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman yang dipasang di rumah yang dijadikan sebagai rumah ibadah olehnya.
Warga Pangukan yang diwakili oleh Arwin Sugito selaku Ketua RT di Pangukan pun melaporkan perusakan segel milik Pemkab Sleman tersebut ke Polda Jogjakarta, Senin (9/6) siang. Arwin beserta warga Pangukan melaporkan Pendeta Nico karena dianggap melanggar Pasal 219 jo 227 jo 232 (1) dan (2) KUH Pidana. Laporan warga Pangukan ini tertuang dalam surat Laporan Polisi bernomor LP/ 452/ VI/ 2014/DIY/SPKT tanggal 9 Juni 2014.
“Bangunan itu sudah disegel oleh Pemkab Sleman sejak tahun 2012. Lalu pada Minggu, 1 Juni 2014, Pendeta Nico membuka segel tersebut dan kemudian menggelar ibadah di bangunan itu. Warga yang spontan mengetahui hal tersebut pun kemudian menegur jemaat yang hadir dan kemudian terjadi upaya untuk menegakkan aturan karena bangunan rumah ibadah tersebut tidak memiliki izin sah,” ujar Amien Zakaria saat ditemui di Polda Jogjakarta.
Amien menambahkan bahwa bangunan yang digunakan sebagai rumah ibadah tersebut merupakan bangunan liar dan tidak memiliki izin sah. Amien pun juga menambahkan bahwa pada tanggal 7 Maret 2012, ijin pemanfaatan tanah untuk gereja dan pastoran yang diajukan oleh Nico sudah ditolak oleh Bupati Sleman melalui surat yang dikeluarkan resmi. Selain itu Amin juga membantah telah melakukan tindak kekerasan saat terjadi perusakan rumah ibadah.
“Tidak benar warga Pangukan melakukan kekerasan sebagaimana banyak diberitakan di media saat terjadi insiden di bangunan yang digunakan sebagai rumah ibadah milik Pendeta Nico Lomboan. Tidak ada korban yang timbul dalam kejadian tersebut. Pengrusakan yang terjadi pun juga hanya merusak pintu saja,” ujar Amin saat ditemui seusai konferensi pers.
Selain membantah melakukan kekerasan, warga Pangukan sebagaimana dituliskan dalam rilis yang diterima Beritajogja.co.id, juga menolak tuduhan adanya anggapan SARA dan intoleransi dalam kasus pengrusakan bangunan yang dijadikan rumah ibadah. Menurut warga, apa yang terjadi di Pangukan merupakan aksi spontanitas karena akumulasi kekesalan terhadap Pendeta Nico yang dianggap tidak mematuhi keputusan Pemkab Sleman yang menyegel bangunan milik Pendeta Nico dan melarang untuk digunakan sebagai bangunan rumah ibadah hingga ada izin resmi.
“Tidak benar itu kalau ada yang dianggap memprovokasi warga sehingga terjadi pengrusakan bangunan. Semua aksi spontanitas karena akumulasi kekesalan saja,” ujar Amin.