Opini Pembaca
Penjaga Gawang: Pahlawan yang Terabaikan
Piala Dunia acap kali ditafsirkan sebagai ajang para pemain mementaskan seni mengolah si kulit bundar. Beragam pertunjukan dipertontonkan ke khalayak penikmat sepak bola. Brasil, Belanda, dan Spanyol yang didaulat sebagai dalang dari karya seni sepak bola modern yang dikemas dengan aksi teatrikal para pemainnya, sampai sekarang belum menunjukan sihir mereka. Bahkan Spanyol yang enam tahun terakhir dianggap sukses mementaskan seni Tiqui-taca-nya, angkat kaki lebih cepat dari Brasil.
Tiki-taka bukan lagi teror. Mulai meredupnya Barcelona dianggap sebagai biang keladi dari kebobrokan lini per lini skuat Spanyol di Piala Dunia kali ini. Bayangkan saja, nyaris setiap sisi Spanyol pasti ada pemain Barcelona. Tapi tidak logis jika keterpurukan Spanyol dikaitkan dengan performa pemain-pemain Barcelona didalamnya. Toh, dalam timnas Spanyol banyak pemain yang juara bersama klub asalnya masing-masing.
Lalu, Brasil. Walaupun sudah menginjakan kakinya di fase perempat final, Brasil juga belum sepenuhnya mempertontonkan aksi Joga Bonito. Mungkin hanya Neymar, Dani Alves, dan Marcelo yang sesekali memarkan tarian Samba untuk mengobrak-abrik lini pertahanan lawan. Pemain lain yang memiliki keterbatasan skill untuk meragakan sepak bola cantik ala Brasil, hanya bisa menjadi sapi ompong.
Sepak bola memiliki keindahan lain selain aksi mennggocek bola. Keindahan, yaitu skema pragmatis atau permainan total defensive. Begitulah yang dikutip oleh Zen RS. Lihatlah bagaimana caci maki fans Kolombia, Jepang, Pantai Gading dan Kosta Rika saat timnya berhadapan dengan Yunani. Mereka muak dengan taktik anak asuh Fernando Santos yang lebih sering menumpuk pemain di areanya sendiri. Walaupun pada kenyataannya, Yunani yang lolos dari fase grup dibanding Jepang dan Pantai Gading yang lebih diunggulkan. Bahkan Kosta Rika yang tengah menggila di grup D dibuat frustasi oleh utusan Dewa. Dengan sekelumit dan tafsiran yang njlimet tentang sepak bola, pada akhirnya sepak bola akan pulang ke definisi asalnya, yaitu sebuah permainan.
Dari keindahan lain itu, ada yang menarik dari Piala Dunia kali ini, yaitu sosok penjaga gawang. Sebagai benteng terakhir tim, penjaga gawang juga memiliki faktor penting, yaitu penentu hasil akhir. Terlepas dari peran penyerang maupun pemain lain yang memiliki peluang untuk mencetak gol lebih besar, peran seorang penjaga gawang tak kalah penting dibanding pemain sektor lain.
Fase perdelapan final dianggap sebagai fase tertinggi bagi para penjaga gawang. Untuk fase perdelapan final, khususnya, tercatat 74 kali penyelamatan yang dilakukan oleh penjaga gawang. Bahkan penjaga gawang Amerika Serikat, Tim Howard, mencatatkan namanya sebagai penyelamatan terbanyak dalam satu pertandingan dengan 15 kali penyelamatan. Tim Howard sukses meredam amarah Setan Merah Belgia yang begitu menggila membombardir gawang Amerika Serikat, walaupun pada akhirnya Amerika Serikat harus bertekuk lutut dihadapan Belgia dan memupus harapan rakyat Paman Sam untuk melihat tim nasionalnya bersua Argentina di perempat final. Rakyat Amerika harus berterima kasih kepada Tim Howard. Lain Howard, lain juga dengan Karnezis. Penjaga gawang asal Yunani ini sama sekali tidak melakukan penyelamatan saat Yunani bertemu Kosta Rika, walaupun Karnezis harus memungut bola satu kali dari gawangnya. Berbanding jauh dengan keylor Navas yang melakukan 7 kali menyelamatkan gawang Kosta Rika dari amukan Dewa-dewa Yunani.
Tahun 2014 memang dianggap sebagai tahunnya para penjaga gawang. Sebelum Piala Dunia saja ada nama Thibaut Courtois yang namanya begitu dielu-elukan oleh publik Atletico Madrid, dan juga Chelsea. Penjaga gawang yang dipinjamkan Chelsea ke Atletico Madrid ini memang tengah menarik minat klub-klub lain untuk mengakuisinya. Total Courtois telah melakukan 11 kali penyelamatan selama Piala Dunia. Cobaan Courtois saat menghadapi Korea Selatan dan Amerika Serikat, masing-masing 4 kali penyelamatan. Total selama di tahun 2014 ini, Courtois telah melakukan 138 kali penyelamatan di level klub maupun timnas Belgia di Piala Dunia.
Ada dua nama yang akhir-akhir ini sering menjadi headline di media massa, yaitu Keylor Navas dari Kosta Rika dan Guilermo Ochoa dari Meksiko. Kedua penjaga gawang tersebut tengah menjadi topik hangat yang layak untuk dibicarakan. Aksi heroik kedua penjaga gawang ini jugalah yang membawa kesuksesan bagi Kosta Rika dan Meksiko untuk lolos dari fase grup. Keylor Navas adalah penjaga gawang utama Levante dan Ochoa sendiri bermain di Ligue 1 bersama AC Ajaccio.
Tidak sedikit klub-klub besar Eropa yang menginginkan kedua jasa penjaga gawang ini. Untuk Ochoa sendiri di tahun 2014 ini tercatat telah melakukan 152 kali penyelamatan bersama klub maupun timnas Meksiko. Di antara 152 kali penyelematan, Ochoa hanya kemasukan 71 gol. Sedangkan Keylor Navas sendiri melakukan 164 kali penyelamatan baik untuk Levante maupun timnas Kosta Rika. Di level klub, untuk musim 2013/2014, gawang Keylor Navas 16 kali clean-sheet.
Bahkan nama-nama kondang seperti Iker Casillas, Gianlugi Buffon, Manuel Neuer dan Joe Hart pun gagal menunjukan performa terbaiknya sebagai penjaga gawang terbaik dunia. Meredupnya sinar para penjaga gawang kelas elit ini berhasil dimanfaatkan oleh penjaga gawang yang namanya minim sekali dapat tempat di khalayak penikmat sepak bola. Sudah semestinya sosok penjaga gawang bukan lagi tentang benteng terakhir pertahanan, melainkan penentu laga, dan pahlawan walaupun terabaikan.
Cristhian Raymond Latumahina
Polimak. Jayapura – Papua
Twitter: @raysistance
Email: [email protected]