Diskusi
Warga Jogja Toleran pada Orang yang Intoleran
Jogjakarta, dalam sepuluh tahun terakhir dikenal sebagai kota yang punya toleransi tinggi. Namun,predikat itu digugat setelah banyaknya aksi kekerasan berbau intoleransi yang terjadi selama beberapa bulan terakhir. Ada kasus pembubaran disertai kekerasan Ormas pada gelaran doa Rosario, penghancuran rumah ibadah di Sleman, hingga pelarangan perayaan hari besar keagamaan minoritas jadi buktinya.
Meski demikian, Halili Hasan, pengamat politik sekaligus dosen UNY mengatakan bahwa warga Jogja masih cukup toleran. Bahkan tingkat toleransi warga cukup tinggi dibanding kota-kota lainnya.“Warga jogja ini masih cukup toleran bahkan pada orang-orang yang intoleran. Mereka tahu siapa yang sering berbuat intoleran, tapi masih boleh berada di Jogja. Belum ada gerakan besar dari warga Jogja yang menolak intoleransi dengan menggeruduk atau menolak orang-orang yang kerap intoleran,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Potensi Pelanggaran dalam Pilpres 2014 yang diselenggarakan Forum Mahasiswa Peduli Demokrasi (FMPD), Minggu (6/7) sore.
Banyaknya aksi intoleran sendiri menurut Halili berdampak pada posisi Sultan sebagai Raja Kraton sekaligus Gubernur Jogjakarta. Banyak orang menilai bahwa Sultan tidak punya kekuatan untuk menindaktegas orang-orang yang kerap berbuat intoleran.
“Jadi mereka tidak memandang Sultan sebagai Raja. Atau bahkan kekuatan Sultan sendiri tidak lagi mereka perhitungkan,” pungkas Halili.