Home » Gaya Hidup, Kuliner » Menu Buka Puasa Ter-Jogja: Dari Jajanan Pasar hingga Makanan Priyai

Kuliner

Menu Buka Puasa Ter-Jogja: Dari Jajanan Pasar hingga Makanan Priyai



dok.Istimewa

Apa yang kerap membingungkan selain fenomena cuaca di Jogja akhir-akhir ini? Jawabnya adalah mencari menu berbuka puasa. Meski banyak sekali tempat yang menjajakan makanan, memilihnya itu yang kerap membingungkan. Terlalu banyak pilihan seperti kurma, kolak, es buah, es kelapa, pancake, tempura, dan lain sebagainya.

Kalau bosan dengan makanan yang ditawarkan selama Ramadhan, ada baiknya mencari menu alternatif. Misalnya saja jajanan pasar tradisional. Selain tidak kalah enak dengan kue-kue modern yang ditawarkan untuk berbuka, jajanan pasar ini juga punya nilai historis dengan Kota Jogjakarta. Seperti yang dituliskan di bawah ini:

 

Kicak

Kicak biasanya hanya dibuat saat bulan puasa. Kicak terbuat dari bahan beras ketan atau jadah yang dicampur dengan gula dan parutan kelapa. Kicak pertama kali dibuat oleh mbah Wono, seorang warga Kampung Kauman. Sekitar tahun 1950, Mbah Wono yang menginginkan menu takjil Ramadhan yang berbeda dari biasa membuat sebuah jajanan dari beras ketan. Jajanan tersebut kemudian diberi nama Kicak. Mbah Rono pun kemudian menjual Kicak dan ternyata laris dibeli. Mbah Wono sendiri tetap mempertahankan Kicak sebagai jajanan bulan puasa dan tidak membuatnya di hari-hari biasa. Akhirnya Kicak menjadi takjil khas Ramadhan kota Jogja sekaligus menjadi identitas kampung Kauman.

Kipo

Kipo adalah jajanan khas Kotagede. Kipo terbuat dari beras ketan dan berwarna hijau. Warna hijau di Kipo dihasilkan dari Daun Suji yang digunakan sebagai pewarna alami. Jika digigit atau dimakan maka parutan kelapa yang bercampur gula Jawa atau biasa disebut enten-enten akan terasa di mulut kita. Kipo memiliki bentuk sebesar ibu jari. Sehingga sekali gigit Kipo bisa langsung habis kita makan. Rasanya yang manis tentunya bisa membuat stamina dan tenanga yang hilang saat berpuasa seketika langsung kembali.

Ada dua versi nama Kipo berasal. Pertama nama Kipo sendiri berasal dari kalimat eiki opo e yang disingkat atau kalau dalam Bahasa Indonesia artinya eini apa f. Maklum, orang Jawa memang punya kebiasaan menyingkat-nyingkat nama sesuatu. Kedua nama Kipo awalnya bernama Kupo. Dalam sebuah serat kuno bernama Centhini, disebutkan ada sebuah makanan lokal yang bernama Kupo. Mungkin karena seiring berjalannya waktu, penyebutan Kupo bergeser menjadi Kipo.

Yangko

Makanan dengan bahan dasar adonan tepung ketan dan berbalut tepung gula ini merupakan makanan khas Kotagede. Jika dimakan, tekstur Yangko mirip dengan kue Moci. Yangko biasanya berbentuk kotak dan disajikan dengan berbagai warna. Namun seiring perkembangan jaman, saat ini Yangko tak hanya berbentuk kotak saja dan dengan aneka rasa.

Dahulu, Yangko adalah makanan bagi para raja ataupun priyayi. Tak sembarangan orang bisa mengicipi Yangko. Untuk menikmati Yangko ini, masyarakat umum dulu harus merogoh kocek cukup dalam. Pasalnya, Yangko tidak diproduksi secara massal dan hanya kalangan tertentu saja yang bisa mengicipinya. Bahkan menurut beberapa sumber, ketika Perang Diponegoro (1825-1830) meletus, Yangko merupakan salah satu bekal yang dibawa oleh Pangeran Diponegoro. Yangko dipilih sebagai bekal selain karena rasanya yang enak juga karena makanan ini bisa bertahan lama atau tidak cepat basi. Yangko bisa bertahan selama satu bulan tanpa basi.

Mata Kebo

Mata Kebo merupakan salah satu jajanan khas Jogja yang banyak dicari untuk berbuka puasa. Mata Kebo dikenal pula dengan nama Kue Mendhut. Jajanan ini dibuat dengan bahan baku tepung beras dan tepung ketan, bagian luar mata kebo diberi semacam pasta putih dari tepung beras yang diberi santan dan berasa gurih. Sementara bagian dalamnya berisi parutan kelapa yang dimasak bersama gula pasir.

Jadah Tempe

Jadah tempe terdiri dari dua jenis makanan yaitu jadah dan tempe. Jadah sendiri adalah makanan yang terbuat dari ketan dengan rasanya yang gurih dan sedikit asin sedangkan tempe disini adalah tempe bacem yang identik dengan rasanya yang manis. Kontras rasa antara asin,gurih dan manis ini sukses dijadikan satu dalam sebuah wujud makanan yang bernama jadah tempe.

Jadah tempe mulai melejit namanya setelah Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX yang mempopulerkannya. Cerita bermula ketika HB IX tengah mengadakan kunjungan kerja ke Kaliurang. Saat itu HB IX tertarik dengan ketika melihat sebuah lapak dagangan di Telogo Putri yang menjual jadah dan tempe. Lalu HB IX pun mengicipi dan langsung jatuh hati. Nama Jadah tempe pun merupakan nama pemberian dari HB IX karena awalnya makanan ini belum memiliki nama.

Facebook Twitter Share on Google+