Home » Jogjapedia » Kembalinya Tradisi Kraton yang Pernah Hilang

Jogjapedia

Kembalinya Tradisi Kraton yang Pernah Hilang



Istimewa

Bagi para wisatawan baik dari luar negeri maupun dalam negeri, Jogjakarta merupakan salah satu kota yang wajib untuk dikunjungi. Jogjakarta, selain menawarkan keindahan alam, juga manawarkan wisata sejarah dan kebudayanya.

Salah satu hal yang menarik banyak wisatawan, baik dalam negeri maupun luar negeri, adalah upacara Grebeg yang diadakan oleh Kraton Jogjakarta. Upacara Grebeg ini konon sudah ada sejak zaman kekuasaan Sultan Hamengku Buwono I.

Bahkan seorang pakar sejarah untuk Asia Timur dan Tenggara berkebangsaan Perancis, Denys Lombard menuliskan bahwa Grebeg merupakan kelanjutan dari ritual kuno, yang telah terbukti sejak abad ke-14. Sehingga menurutnya, Pasar malam Sekaten yang ada sampai saat ini merupakan sisa-sisa kegembiraan masa lalu.

Upacara Grebeg diadakan tiga kali dalam satu tahun, yakni Grebeg Maulud (tanggal 12 bulan Maulud), Grebeg Syawal/ Grebeg Puasa (tanggal 1 Sawal), dan Grebeg Besar (tanggal 10 Zulhijah/Idul Kurban). Dari ketiga Grebeg tersebut, yang paling besar dan megah adalah Grebeg Maulud.

Dalam Sejarahnya, mulai dari zaman HB I hingga HB IX, ada banyak pengubahan yang terjadi dalam tata cara penyelenggaraan Grebeg. Pengubahan paling besar terjadi pada masa pendudukan Jepang. Sultan Hamengku Buwono IX kala itu menghapuskan beberapa bagian dalam upacara Grebeg, yaitu Maleman atau Selikuran yang diadakan dalam bulan Mulud. Serta penghapusan Maleman Grebeg yang ada di Sitihinggil-pagelaran dalam, selain itu pawai kesatuan-kesatuan prajurit keraton yang ada di setiap Grebeg ditiadakan.

Denys Lombard, dalam Nusa Jawa: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris menjelaskan hilangnya tradisi tersebut. Salah satu alasan hilangnya beberapa tradisi dalam Grebeg ini disebabkan karena kala itu Sultan terlalu sibuk di Jakarta, menjabat sebagai menteri Republik yang muda kala itu.

Kembalinya beberapa tradisi Grebeg yang hilang menurut Lombard, terjadi pada tahun 1971, dimana kala itu sedang ada penggalakkan pengembangan pariwisata. Bahkan sampai sekarang acara Grebeg terbukti dapat menarik perhatian para wisatawan.

Berbeda dengan apa yang dituliskan Lombard, catatan yang dimiliki oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Jogjakarta, menuliskan bahwa kembalinya tradisi Grebeg yang dihilangkan pada masa HB IX kembali dihidupkan pada masa sesudah terjadinya G30S PKI. Tradisi yang tadinya dihapuskan telah kembali dihidupkan, meski dalam penyelanggaraannya sangat sederhana. Hanya saja mulai dari tahun 1971, acara Grebeg dari tahun ke tahun semakin semarak, dan kembali dibentuknya kesatuan-kesatuan prajurit Kraton.

Facebook Twitter Share on Google+