Interaksi
Surat Pembaca: Kritik untuk Pasar Kangen Jogjakarta
Banyak yang berharap bahwa Pasar Kangen dapat membuat pengunjung bisa melihat penggalan Jogjakarta tempoe doeloe. Pun dengan saya yang dua tahun terakhir ini selalu mengunjungi pasar kangen yang digelar di TBY. Di sana dipamerkan ratusan barang zaman dulu dan makanan-makanan tradisional khas Jogjakarta.
Untuk stand makanan memang jadi poin plus pasar kangen. Sebabnya semua warga atau pendatang yang mengunjungi pasar kangen bisa menikmati jajanan pasar atau makanan tradisional. Selain itu belum tentu juga semua warga Jogja tahu bahwa daerahnya punya makanan khas yang sudah jarang dijual di pasaran.
Namun, berbeda dengan konsep kekangenan yang ditawarkan melalui barang-barang jadulnya. Menurut saya, pasar kangen kali ini tidak ada beda dengan tahun lalu. Pun ketika saya bertanya pada kawan yang sudah lama tinggal di Jogja. Mereka mengatakan bahwa pasar kangen juga tidakada perubahan seperti yang sudah-sudah.
Barang-barang zaman dulu yang dipamerkan memang beragam, Mulai dari perlengkapan rumah, pemutar musik, hingga sepeda. Ada juga lapak yang menjual pakaian dan pernak-pernik masa kini seperti gelang dari kerajinan dan lain sebagainya. Tapi, menurut saya tidak terkonsep dengan baik. Kekangenan yang ditawarkan event ini menjadi acak. Maksudnya, saya rasa pengunjung tidak tahu di zaman mana ia berada ketika mengunjungi pasar kangen.
Di satu sisi ada barang-barang lama yang merepresentasikan Jogja masa lalu. Di sisi lain ada pula lapak yang menjajakan barang masa kini. Saya sendiri merasa dilemparkan ke masa lampau namun dikembalikan lagi ke masa kini dengan tempo yang cepat.
Harusnya pasar kangen memiliki konsep yang rapi agar benar-benar mampu merepresentasikan Jogja masa lampau. Misalnya saja konsep penataan ruang pasar yang tematik. Barangkali bisa disesuaikan dengan tema, contohnya tema 60an, 70an,atau 80an. Jadi penataan ruang dan barang-barang yang dipamerkan atau yang dijual juga menyesuaikan tema. Dengan tema 60an misal, barang yang dipamerkan adalah yang populer atau ditemui di tahun tersebut. Selain itu para peserta juga wajib berpakaian dengan tema tahun yang disepakati.
Yang paling penting adalah adanya estalasi ruang. Contohnya membuat ruang dalam TBY sebagaimana halnya rumah masa 60an atau 70an lengkap dengan aksesorinya seperti foto. Representasi ini saya rasa lebih mampu menarik pengunjung sekaligus mewariskan ingatan Jogjakarta pada mereka.
Asfan Hafidz
Mahasiswa UII