Hukum
Pakar Hukum: Kebebasan Berpendapat Tak Dapat Dipidana
Reformasi melahirkan zaman di mana tiap warga negara bebas mengutarakan pendapatnya. Tak seperti zaman Orba, yang ketika mengutarakan pendapat harus berhadapan dengan moncong senapan. Terlebih lagi dalam realitas kekinian teknologi memudahkan warga negara mengutarakan pendapatnya terhadap suatu kasus atau fenomena.
Meski demikian, kebebasan akan hal itu diatur dalam UU ITE yang membatasi mana kritik atau hinaan sebagai bentuk pendapat warga negara. Sanksi pidana mengganti moncong senjata yang kerap muncul di zaman Orba. Siapa yang dianggap mencemarkan nama baik saat berpendapat, ia dapat dipidanakan.
Menurut Wibowo Malik, Pakar Hukum Pidana, kebebasan berpendapat tidak bisa dipidanakan. Apalagi terkait kebebasan berbicara di media sosial.
“Dalam hukum bidang pidana ada yang namanya doktrin sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang negatif. Jika kita telusuri secara historis, maka kita akan menemukan hal-hal yang dapat melumpuhkan sifat melawan hukum dari perbuatan pidana. Misalnya izin, hak, atau dalam keadaan-keadaan tertentu. Salah satunya adalah kebebasan berpendapat,” katanya. Jumat (29/8) pagi.
Kebebasan berpendapat, tambahnya, bukan termasuk delik penghinaan atau pencemaran nama baik. Namun sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik dalam berpendapat kita harus menjaga ucapan. “Mungkin kata-kata kita tidak bersifat melawan hukum dan kita tidak pernah bisa dituntut secara pidana. Tapi, kita harus menjaga perasaan orang-orang di sekitar,” pungkasnya.