Home » Berita, Jogja » UU ITE Instrumen Kriminalisasi?

Hukum

UU ITE Instrumen Kriminalisasi?



Meme #bebaskanFlorence buatan Azka Maula (Dok Azka Maula)

Baru-baru ini pelaporan pengguna media sosial atau internet ke kepolisan kembali marak. Ada Florence di Jogjakarta yang dilaporkan ke kepolisian berdalih curhatan di Path-nya yang dianggap menghina warga Jogja. Kendati melakukannya di media yang bersifat ekslusif, bukan media sosial publik, ia tetap dilaporkan.

Berikutnya, ada nama Kemal di Bandung yang menjelek-jelekkan salah satu kota di Indonesa. Ia juga dikaporkan dan dijerat dengan Undang-Undang yang sama dengan Florence: UU ITE.

Terkait maraknya isu penghinaan di medsos yang dijerat dengan UU ITE, pengamat politik UNY sekaligus peneliti Setara Institue, Halili Hasan menilai bahwa produk hukum tersebut tak bisa menjerat Flo maupun Kemal. Ia menilai bahwa UU ITE juga proyek anggaran yang hanya menjadi instrument kriminalisasi.

“Itu Cuma proyek anggaran. Salah satu instrument untuk melakukan kriminalisasi saja. Coba lihat subtansi pasal 27 ayat 3 atau 28 ayat dua, semua subtansinya nggak masuk. Yang dimaksudkan kan soal nama baik perseorangan, sekarang soal Flo, yag dimaksud warga Jogja itu warga yang mana> namanya siapa? Gimana sosoknya? Kan nggak ada,” terangnya saat menjadi narasumber di peluncuran buku LPM EKSPRESI UNY, Sabtu (6/9) malam.

Ditanya soal kemungkinan adanya pembaruan atau pengubahan UU ITE yang baru, Halili berpendapat bahwa bisa saja itu terjadi. Namun ia yakin bahwa jika ada pembaruan, maka ada hubungannya dengan proyek anggaran.

“UU ITE itu sekali lagi Cuma soal proyek anggaran. Kalau budgetnya ada, mungkin saja diubah atau diperbarui,” tambahnya.

Facebook Twitter Share on Google+