Arsip
Budaya Arsip Warga Jogja Masih Lemah
Pekan lalu Badan Arsip Daerah Jogjakarta berniat meminta sejumlah arsip kuno milik daerah pada pemerintah Inggris. Saat Thomas Raffles angkat kaki dari Indonesia, arsip berupa buku dan lembaran teks asli dari Jogjakarta itu turut dibawa. Sayang, pemerintah Inggris enggan mengembalikkannya.
Kondisi tersebut membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat sejak dulu belum akrab dengan budaya pengarsipan dokumen. Kepala Arsip UGM, Drs. Machmoed Effendhie, membenarkan hal tersebut. Baginya, benar bahwa masyarakat kurang peduli pada pegarsipan dokumen pribadi.
“Padahal sangat penting. Sejumlah lembaga arsip juga belum siap dalam menyimpan dokumen dari masyarakat,” terangnya.
Dibandingkan dengan negara lain, khususnya kolonial, budaya arsip masyarakat ketinggalan jauh. Padahal, dari arsip, masyarakat bisa menganalisa kemampuan sosial hingga ekonomi. Mulai dari rumah tangga hingga skala besar. Machmoed menyontohkan Belanda. Masyarakat Belanda, katanya, gemar mengumpulkan arsip paska melakukan kegiatan tertentu.
“Demonstrasi misalnya. Mereka gemar mengumpulkan poster setelah demo untuk diberikan pada lembaga. Ada pula pengumpulan struk belanja. Dengan mengumpulkan struk belanja, pemerintah bisa menganalisa kemampuan ekonomi keluarga. Juga meminimalisir putusnya jejak sejarah,” jelasnya.