RUU Pilkada
Walikota Jogja: Pilkada Tidak Langsung Rawan Politik Uang
Walikota Jogja, Haryadi Suyuti menolak RUU Pilkada Tidak Langsung. Menurut Haryadi, Pilkada tidak langsung sama saja dengan mengebiri hak politik rakyat. Menurut Haryadi,selain kehilangan hak politik rakyat juga akan kehilangan kontrol dalam mengawasi Pilkada.
“Rakyat akan kehilangan kontrol. Saya khawatir nantinya politik uang malah akan semakin meluas saat Pilkada Tidak Langsung,” katanya, Senin (15/9).
Soal sistem itu sendiri Haryadi melihat bahwa Pilkada tidak langsung oleh DPRD belum mewakili seluruh kehendak rakyat. Lebih jauh lagi sistem tersebut juga mengesampingkan kedaulatan rakyat. Sebab, tiap anggota DPRD belum tentu mewakili suara rakyat yang memilihnya.
“Memang mereka yang memilih itu rakyat. Tapi apa iya suara mereka sama dengan suara rakyat atau punya pilihan yang sama?. Perlu dilihat juga anggota dewan itu dipilih berapa orang. Saya menilai demi kedaulatan rakyat, sebaiknya pemilihan memakai sistem Pilkada langsung,” tambahnya.
Tim Koalisi merah putih, selain berdalih pancasila juga pernah mengungkapkan bahwa Pilkada tidak langsung akan menghemat biaya. Namun, menurut Haryadi, apa yang dikatakan Koalisi tidak berdasar fakta lapangan. Ia mengambil contoh Jogja saat menggelar Pilkada 2011 lalu. “Buktinya saat menggelar Pilkada 2011 lalu, dana yang dihabiskan KPU Jogja tidak besar. Bahkan cenderung hemat,” pungkasnya.
Menurut data KPU Jogja, pada Pilkada lalu anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp6 miliar. Selama Pilkada, anggaran yang digunakan mencapai Rp4,5 miliar dan sisa 1,5 miliar. Dana paling besar dari anggaran untuk pembiayaan tenaga petugas pemilihan.