Jogja Kota Batik Dunia
Sah Kota Batik Dunia, Industri di Jogja Bisa Dekati Tahun 1920an
Pada 19 Oktober 2014 Jogjakarta resmi dinobatkan menjadi kota batik dunia oleh Dewan Kerajinan Dunia atau World Craft Council (WCC), di Tiongkok. Penobatan yang diterima langsung oleh GKR Pembayun ini diyakini menjadi angin segar bagi Jogjakarta. Pasalnya, adanya gelar ini diprediksi akan membuat industri batik tulis di Jogja kembali bangkit.
Keyakinan ini dikemukakan oleh Gubernur Jogjakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Menurut Sultan, penobatan ini akan mampu mengembangkan perajin hingga industri batik. Dengan makin berkembangnya perajin batik, maka makin tinggi pula tingkat kesejahteraan perajin batik
“Gelar ini mampu membuat para perajin dari pelosok desa sampai perkotaan akan semakin berkembang. Peningkatan kesejahteraan dan ekonomi juga akan membuat para generasi muda makin menyukai dan menjaga kelestarian batik” kata Sultan.
Lebih jauh lagi, penobatan ini juga berpotensi menghidupkan industri batik seperti tahun 1927. Seperti yang dikemukakan Wakil Walikota Jogja, Imam Priyono, bahwa gelar ini akan bisa membuat batik Jogja tak tertandingi seperti masa lampau. “Gelar ini bisa membangkitkan industri batik tulis dan meramaikannya kembali. Dulu meski ada batik luar negeri yang masuk, industri kita tidak pernah goyah,” ujarnya.
Apa yang dikatakan Imam sejalan dengan catatan van Mook yang diterbitkan tahun 1958. Menurut catatan yang dikutip Abdurrachman Suryomihardjo dalam Kota Yogyakarta 1880-1930, Sejarah Perkembangan Sosial Yogyakarta,sejumlah wilayah di Jogjakarta tahun 1020an menjadi pusat industri batik. van Mook mencatat bahwa di Tugu terdapat 32 perusahaan batik. Tempat kedua adalah Kauman dengan 26 perusahaan, diikuti Karangkajen dengan 14 perusahaan. Industri batik di Tugu dan sejumlah daerah lain juga melahirkan lapangan pekerjaan baru bagi warga Jogja.