26 Tahun Wafatnya Sultan Hamengkubuwono IX
Surat Sultan HB VIII, Alasan Mengapa Dorodjatun Mau Sekolah ke Belanda
Selama di Negeri Belanda bukalah pintu hatimu seluas-luasnya. Berupayalah agar kau benar-benar menyelami sifat-sifat orang Belanda, karena di masa depan kau selalu akan berurusan dengan mereka.
Demikian isi surat Sultan Hamengkubuwono VIII kepada Sultan HB IX tahun 1930 saat masih bersekolah di Bandung. Surat itu juga sekaligus menjadi jawaban mengapa Sultan HB VIII menyekolahkan Dorodjatun (panggilan Sultan HB IX) ke Sekolah lanjutan di Belanda, yaitu agar penerusnya itu bisa memahami sifat, perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan orang Belanda.
Sebagaimana yang juga dianalisa Frans Meak Parera, Manajer Eksekutif Gramedia Widyasarana Jakarta dalam Edisi Khusus 20 Tahun Prisma 1971-1991 dalam tulisan berjudul Ketokohan Sri Sultan Hamengku Buwono IX: Reformator Budaya dan Perintis Orde Baru bahwa surat tersebut juga menandakan adanya strategi pihak Kraton untuk memukul balik Belanda.
Sultan HB VIII, tulis Frans, seperti memerintahkan Dorodjatun agar mengenal kepribadian, pemikiran, dan langkah-langkah politik Belanda dalam menduduki daerah jajahan. Surat itu dilaksanakan dengan baik oleh Dorodjatun hingga akhirnya benar-benar paham watak dan perilaku orang Belanda.
Selama belajar di Belanda, Sultan HB IX mampu bersosialisasi dengan baik dalam lingkungan barat. Ia nge-kost juga dalam lingkungan orang barat. Namun Dorodjatun tak pernah meninggalkan identitasnya sebagai orang Jawa. Pun dengan pemikiran tradisi ilmu kontinental di Universitas Negeri Leiden yang diterimanya selama kurun waktu 1934-1939 tidak bisa mengubahnya menjadi orang barat seutuhnya.
Sultan menerima semua tradisi pemikiran yang diberikan di Leiden sekaligus mempelajari perilaku Belanda dari pemikiran itu. Sultan tahu bagaimana keilmuan etnologi dan antropologi digunakan untuk kepentingan kuasa kolonial atas tanah jajahan yang melahirkan devide et impera. Sultan HB IX juga mempelajari hubungan negara (state) dan masyarakat (society) yang bisa digunakan untuk penegakan hukum dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Semua yang dipelajarinya di Belanda kala itu menjadi dasar pemikiran Dorodjatun dalam melakukan transformasi masyarakat Jogja. Namun, dasar tersebut tetap diwadahi dalam identitas ke-Jawaan yang tidak pernah hilang dalam diri Dorodjatun. Dorodjatun juga memaparkan reorganisasi birokrasi pemerintahan melawan hagemoni Belanda, yaitu sebuah manajemen politik kolonial yang rapi, teratur, dan menindas dilawannya dengan manajemen politik perjuangan kemerdekaan yang rapi, teratur, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.