Home » Berita, Jogja » Kasus Udin Macet, Kapolda Jogja Dikado Handuk Aktivis

Kasus Udin

Kasus Udin Macet, Kapolda Jogja Dikado Handuk Aktivis



Beritajogja - Empat buah handuk berwarna putih diberikan para aktivis yang menuntut pengungkapan pembunuhan wartawan udin kepada Kapolda Jogjakarta, Selasa (16/12) sore. Pemberian empat buah handuk putih yang ditempelkan ke selembar kertas karton tersebut diterima oleh petugas piket Markas Polda Jogjakarta.

(Foto: Humas Polda Jogjakarta)

Menurut koordinator aksi, Tri Wahyu, pemberian handuk putih itu memiliki dua makna simbolik. Pertama, handuk biasanya digunakan untuk melap keringat yang keluar seusai bekerja keras. Sedangkan makna yang kedua, dalam olahraga tinju handuk putih dianggap sebagai tanda menyerah.

“Ya, biar pihak kepolisian saja yang memaknai diantara dua makna tersebut mana yang lebih pantas dan cocok buat mereka. Kalau merasa sudah kerja keras hingga mengeluarkan keringat untuk menuntaskan kasus Udin ya silahkan handuk pemberian kami dipakai buat melap keringat. Biar nanti setelah dilap keringatnya bisa kembali segar. Jika selama ini memang tidak melakukan apa-apa dan tak ada progres dari pengungkapan kasus Udin, handuk putihnya dilemparkan dan menyerah sajalah,” ujar Tri Wahyu seusai menyerahkan empat buah handuk putih.

Selain memberikan handuk putih, belasan aktivis yang melakban mulutnya dengan plester ini juga memukul tiga buah kentongan sebanyak 18 kali tepat saat pukul 16.58 WIB. Tri Wahyu menjelaskan bahwa pemukulan kentongan sebanyak 18 kali tersebut sebagai pertanda sudah 18 tahun Udin dibunuh dan hingga kini kasusnya tak juga terungkap. Sedangkan kenapa dipukul pada jam 16.58 WIB karena di jam yang sama, Udin menghembuskan nafas terakhir saat dalam perawatan di RS. Bethesda.

Aksi untuk memeringati penuntasan kasus Udin ini rutin digelar setiap tanggal 16 di depan Mapolda Jogjakarta. Aksi yang digelar keempat kalinya di depan Mapolda Jogja ini sempat diwarnai cekcok antara peserta aksi dengan seorang anggota Provost Polda Jogjakarta.

“Tadi ada seorang anggota Provost yang dengan nada tidak mengenakkan menegur kami yang sedang menggelar aksi.Polisi tersebut menanyakan surat izin kepada kami, padahal surat pemberitahuan aksi sudah kami kirimkan ke Polda Jogjakarta. Lagi pula ini merupakan aksi keempat yang kami gelar di depan Polda Jogjakart seharusnya polisi tersebut sudah tahu tujuan aksi ini apa. Bahkan dengan arogan pula, polisi tersebut mengatakan bahwa kami tidak boleh menggelar demo di depan markasnya. Untung ada polisi lain yang kemudian menengahi sehingga cekcok segera bisa diselesaikan,” terang Tri Wahyu

Facebook Twitter Share on Google+