Tata Ruang
Pembangunan Vertikal di Jogja Terkendala Budaya
Curah hujan tinggi yang mengguyur Jogjakarta dalam sepekan terakhir berpotensi menimbulkan banyak genangan. Buruknya kondisi drainese dan kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) membuat potensi ini membesar. Ahli tata ruang UGM, Diah Widyastuti mengatakan, untuk mengurangi genangan, atau bahkan banjir, ada dua cara yang bisa dipakai.
“Pertama pemfungsian kembali RTH secara ekologi, bukan cuma artifisial. Kedua, pembangunan vertikal seperti apartemen untuk warga,” ujarnya.
Khusus yang kedua, pembangunan vertikal yang dimaksud Dyah mengubah paradigma rumah untuk warga. Pembangunan pemukiman ke atas atau apartemen diyakini tidak akan makan tanah yang banyak. “Tanah yang lainnya bisa difungsikan untuk pembangunan RTH,” tambah Dyah.
Namun pembangunan vertikal di Jogja bakal sulit. Sebab, sebagaimana yang dijelaskan Direktur Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, Dr. Djati Mardiatno, pembangunan vertikal terkendala budaya.
“Budaya orang Jawa ini kalau mau punya rumah harus komplit. Ada halaman depan, belakang, dan lain sebagainya. Jadi pembangunan ini akan terkendala budaya itu,” ujarnya pada beritajogja.co.id, Selasa (28/1) siang di kantornya.
Namun, jika memang pembangunan vertikal jadi dilaksanakan, Djati berharap struktur bangunannya harus kuat. Sebab, akan timbul masalah jika bangunan tersebut tak tahan gempa.
Berita Terkait
- Sultan HB X: Jangan Maknai Pilpres Sebagai Perang Baratayuda
- Polisi Tetapkan Dua Tersangka Kasus Perusakan Bangunan Ibadah di Pangukan
- Kapolda: Polisi Sudah Memproses Kasus Kekerasan di Sleman
- Kekerasan Marak, Penegak Hukum Bersama Pemda Jogjakarta Buat Kesepakatan Bersama
- Aksi Kamisan Kutuk Intoleransi di Jogjakarta