Kampus
Rektor UII: Negara Islam Belum Tentu Islami
Dalam realitas kontemporer wacana pengubahan sistem pemerintahan di Indonesia santer terdengar. Salah satunya dengan memakai sistem khilafah islam. Khilafah islam dianggap menjadi satu-satunya jalan agar Indonesia bisa makmur. Sejumlah organisasi massa dan individu bermunculan menuntut agar Indonesia menjadi negara islam.
Rektor UII, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec, menilai bahwa negara islam bukan jaminan sistem pemerintahan akan bersih dari permasalahan sosial dan hukum. Menurut hasil penelitian Scheherazade S. Rehman dan Hossein Askari yang dipublikasikan dalam Global Economy Journal di tahun 2010, kata Edy, dari 208 negara yang diteliti berkenaan dengan implementasi nilai ke-Islaman hasilnya justru menempatkan negara-negara non-muslim sebagai pemenangnya.
“Tiga negara yang paling Islami menurut kajian itu justru negara non-muslim, yaitu Selandia Baru, Luksemburg, dan Irlandia. Sementara negara yang mayoritas penduduknya Islam berada di posisi bawah, seperti Iran peringkat 163, Saudi Arabia 131. Bahkan Israel yag sering disebut negara zionis justru di posisi 61. Indonesia saja di peringkat 140, ” ungkapnya.
Edy menambahkan bahwa dari data tersebut terkuak bahwa negara islam belum tentu islami. Sebabnya, umat Islam dalam mempelajari agama hanya sebatas dihapal dan dipahami. “Ini menggambarkan bahwa ada yang belum pas dengan praktik keagamaan sebagian Muslim. Fokus ritual keagamaan masih pada ibadah maghdoh (sholat, haji, puasa, zakat, baca quran, zikir) yang lebih pada kesalehan individual,” jelasnya.
Berita Terkait
- Pakar Komunikasi: Media Tak Adil Memandang Multikulturalisme
- K4 UGM Ajak Warga Jogja Dukung Ekonomi Hijau di Hari Bumi
- SBY: Desa Maju Tandanya Warga Sudah Punya Handphone dan Motor
- Dana Keistimewaan Jogjakarta Tak Akan Turun Penuh Rp231 Miliar
- BNNP Jogjakarta Beri Penyuluhan Bahaya Narkoba Pada Tujuh Perusahaan