Home » Jogjapedia » Sri Sultan HB IX Ajari Ratu Belanda Budaya Kraton

Jogjapedia

Sri Sultan HB IX Ajari Ratu Belanda Budaya Kraton



Istimewa

Bagi orang Jawa, tamu diperlakukan bak raja. Si tuan rumah menyuguhkan segala macam makanan, minuman, hiburan, cerita, bahkan semua yang dipunyainya untuk si tamu. Pun dengan Sultan HB IX yang memegang teguh prinsip kejawaannya, khususnya dalam menerima tamu. Ia selalu menyuguhkan dan mengistimewakan kedudukan tamu Kraton.

Namun, dalam tiap perilaku dan sifat para Raja Jawa, kata Ben Anderson, terselip makna dan tujuan tertentu. Begitu juga saat menerima tamu, khususnya yang punya kedudukan sosial yang sejajar dengannya.

Pada tahun 1971, misalnya saat kedatangan Ratu Juliana yang juga teman dekatnya ketika sekolah di Belanda. Sultan menyambutnya dengan upacara khas Kraton. Juliana, kala itu, disambut dengan Regol Srimenganti dan Regol Donopratopo beserta pasukan kehormatan. Tidak hanya itu. Sejak Juliana masih berada di halaman Kraton, secara tak langsung ia sudah disambut dengan suara sangkakala, bende, dan genderang yang saling bersahutan dari dalam cepuri.

Hubungan Kraton dan Kerajaan Belanda bisa dibilang mesra sejak Inggris angkat kaki dari Jogjakarta. Sultan dan Juliana juga cukup dekat saat sama-sama sekolah di Belanda. Sewaktu agresi militer Belanda ke Jogja, Juliana berpesan pada militer agar tidak mengganggu teman dekatnya itu. Meski demikian, Juliana merestui juga agresi militer. Meski dekat dengan Sultan, Juliana belum pernah menginjakan kaki ke Kraton Ia buta akan kekayaan budaya Kraton.

Sri Sultan tampaknya paham benar soal itu. Kedatangan Juliana dimanfaatkannya untuk mengenalkan bagaimana Kraton dan budaya Jawa yang hanya didengarnya dari cerita moyangnya soal Kraton. Diajaknya Juliana melihat-lihat peralatan upacara lalu ditunjukan bagaimana cara membersihkan benda-benda pusaka Kraton.

Lalu disuguhkan, tepatnya, dipamerkannya budaya Jawa yang paling terkenal: wayang pada ratu Belanda dan rombongannya di tratag Bangsal Kenjono. Seakan ingin pamer kekuatan miter Kraton, diperlihatkannya Prajurit-prajurit Kraton Jogjakarta, yang terdiri dari delapan bendera. Ratu Juliana dan rombongannya dipersilahkan untuk duduk di Tratag Kemandungan utara untuk melihat prajurit bergerak dalam tata warna dan alunan musik yang khas.

Ratu Belanda itu terkesan dengan deretan pasukan silih berganti melintas di hadapannya. Sedangkan Sri Sultan yang mendampingi tamunya itu, menjelaskan nama-nama pasukan yang ada di hadapannya itu kepada Ratu Juliana.

Seperti yang dituliskan oleh Kedaulatan Rakyat edisi 1 September 1971, bahwasannya Ratu Belanda itu takjub melihat deretan pasukan yang melintas sili berganti di hadapannya. Barangkali di tengah ketakjubannya terselip rasa malu. Malu pada kerajaan yang setengah kekuasaannya pernah dirampas oleh moyangnya. Sebab, kerajaan itu punya banyak budaya dan kesenian yang lebih indah dari negerinya.

Facebook Twitter Share on Google+