Home » Jogjapedia » Tugu, Pusat Industri Batik di Jogjakarta Tahun 1927

Jogjapedia

Tugu, Pusat Industri Batik di Jogjakarta Tahun 1927



Istimewa

Industri batik di Jogjakarta sudah mulai populer sejak akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1800. Menurut catatan Raffles dalam History of Java, orang Jawa pada masa itu sudah mulai memperdagangkan batik. Selain dikonsumsi warga Eropa, batik juga diperdagangkan di kalangan rakyat.

Banyaknya pesanan kala itu membuat seni kerajinan menulis batik pada kain yang diimpor dari Arab dan Cina berganti dengan esin cap. Hal ini juga membuat berdirinya sejumlah perusahaan batik di Jawa, khususnya Jogjakarta. Sementara itu seni menulis batik menjadi sedikit terpinggirkan.

Industribatik sempat mengalami kemunduran akibat Perang Dunia (PD) I. Komoditas kain dari Arab dan Cina menjadi jarang ditemukan. Akibatnya banyak perusahaan dan perajin batik cap yang menutup usahanya. Setelah perang, pada 1920an, Belanda memberikan kredit untuk sejumlah perajin dan pengusaha batik agar melanjutkan usahanya di Jogjakarta. Meski perekonomian belum stabil, pengusaha dan perajin batik di Jogjakarta dengan cerdik mampu menyesuaikan diri dan akhirnya mampu membenahi perekonomian.

Menurut catatan van Mook yang diterbitkan tahun 1958, Jogjakarta menjadi salah satu tempat menggeliatnya industri batik di tanah Jawa. Bahkan Abdurrachman Suryomihardjo dalam Kota Yogyakarta 1880-1930, Sejarah Perkembangan Sosial Yogyakarta situasi kota Jogja kala itu cukup meriah dengan batik. Banyak orang hilir mudik di stasiun kereta, di jalan-jalan, sambil membawa kain batik yang sudah jadi atau baru setengah jadi.

Wilayah di sekitar Tugu Jogja kala itu menjadi pusat industri batik. van Mook mencatat bahwa di Tugu terdapat 32 perusahaan batik. Tempat kedua adalah Kauman dengan 26 perusahaan, diikuti Karangkajen dengan 14 perusahaan. Industri batik di Tugu dan sejumlah daerah lain juga melahirkan lapangan pekerjaan baru bagi warga Jogja. Banyak sekali warga yang jadi tukang cap atau tulis batik kala itu.